Liputan6.com, Jakarta - Chip kecerdasan buatan (AI) kelas atas milik Nvidia dilaporkan berhasil masuk ke China dengan nilai transaksi yang ditaksir melebihi USD 1 miliar atau sekitar Rp 16 triliun, meskipun Amerika Serikat (AS) telah menerapkan larangan ekspor terhadap chip-chip tersebut.
Dilansir Financial Times yang dikutip dari Reuters, Selasa (29/7/2025), chip B200 Nvidia, salah satu produk paling canggih dari Nvidia secara resmi dilarang masuk ke pasar China sejak pembatasan diberlakukan, namun kini justru ditemukan beredar luas di pasar gelap.
Chip-chip Nvidia ini dilaporkan digunakan oleh sejumlah penyedia layanan pusat data yang mendukung pengembangan sistem AI lokal di China.
Laporan itu didasarkan pada kontrak penjualan, dokumen internal perusahaan, serta kesaksian beberapa narasumber yang memiliki informasi langsung mengenai transaksi.
Diketahui pula bahwa distributor-distributor dari provinsi seperti Guangdong, Zhejiang, dan Anhui menjadi jalur utama masuknya chip AI terlarang tersebut.
Nvidia Angkat Bicara, AS Belum Beri Tanggapan Resmi
Menanggapi laporan mengenai peredaran chip AI secara ilegal di pasar China, Nvidia akhirnya buka suara.
Perusahaan menyatakan penggunaan chip yang diperoleh dari jalur tidak resmi tak hanya menimbulkan masalah hukum, tetapi juga dianggap tidak efisien dari sisi teknis maupun ekonomi.
"Nvidia hanya menyediakan layanan dan dukungan teknis untuk produk-produk yang disalurkan melalui mitra resmi," ujar perwakilan perusahaan saat dihubungi Reuters.
Dengan kata lain, pembeli chip dari pasar gelap tidak akan mendapatkan garansi, pembaruan perangkat lunak, atau pun bantuan teknis.
Di sisi lain, hingga kini belum ada tanggapan resmi dari pemerintah AS, termasuk dari Departemen Perdagangan dan Gedung Putih, terhadap temuan ini.
Pemerintah Thailand yang turut disebut dalam laporan juga belum memberikan komentar. Reuters sendiri mengonfirmasi bahwa mereka belum dapat memverifikasi laporan Financial Times secara independen.
Peran Asia Tenggara dan Distributor China dalam Peredaran Chip
Laporan Financial Times mengungkap, sejak Mei 2025, sejumlah distributor asal China mulai menawarkan chip B200 kepada para penyedia pusat data domestik.
Aktivitas ini terjadi secara aktif di provinsi-provinsi utama seperti Guangdong, Zhejiang, dan Anhui--yang selama ini dikenal sebagai pusat distribusi teknologi di China.
Selain B200, chip lain seperti H100 dan H200, yang semuanya termasuk dalam kategori produk terbatas oleh pemerintah AS juga turut diperdagangkan melalui jalur tidak resmi.
Menariknya, laporan itu juga menyebut bahwa negara-negara Asia Tenggara kini berperan sebagai pasar transit atau titik masuk alternatif dalam distribusi chip-chip terbatas tersebut.
Kelompok perusahaan dari China disebut memanfaatkan celah di wilayah ini untuk menghindari aturan ekspor ketat dari AS.
Bahkan, ada kekhawatiran bahwa pasar-pasar regional seperti Thailand bisa menjadi titik fokus berikutnya bagi perluasan pembatasan ekspor yang sedang dipertimbangkan oleh Departemen Perdagangan AS mulai September mendatang.
AS Pertimbangkan Pengetatan Ekspor Tambahan
Persaingan antara AS dan China dalam pengembangan teknologi canggih, termasuk kecerdasan buatan (AI), terus memanas.
Kondisi ini menempatkan perusahaan seperti Nvidia dalam dilema karena harus menjaga kepentingan bisnis di kedua negara yang sama-sama memiliki pengaruh besar dalam industri teknologi global.
Sebagai bagian dari langkah untuk menutup celah ekspor yang masih dimanfaatkan pihak tertentu, pemerintah AS melalui Departemen Perdagangan tengah mempertimbangkan kebijakan tambahan berupa pembatasan ekspor baru untuk produk AI lanjutan.
Aturan ini berpotensi diberlakukan mulai September 2025 dan ditujukan untuk negara-negara seperti Thailand, yang dinilai menjadi jalur alternatif masuknya chip ke pasar China.
Langkah ini bertujuan memperketat kontrol distribusi global serta mencegah penyebaran teknologi strategis ke tangan yang tidak diinginkan.