Anak Jadi Korban Perundungan, Begini Cara Orangtua Respons Emosi Buah Hati Menurut Psikolog

3 weeks ago 22
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Liputan6.com, Jakarta - Anak yang dekat dengan ibu akan lebih tangguh menghadapi perundungan atau perlakuan buruk.

Hal ini disampaikan psikolog klinis, Bianglala Andriadewi. Menurutnya, anak yang merasa aman secara emosional pada ibunya cenderung lebih mampu mengelola perasaannya dan tidak membalas kekerasan dengan kekerasan.

“Ketika anak merasa memiliki tempat aman di rumah yaitu orangtuanya, ketika dia diejek atau dinakali, dia akan memilih bercerita ke orangtua dibandingkan membalas perlakuan buruk temannya,” ujar Bianglala mengutip laman NU Online, Sabtu (19/7/2025).

Meski begitu, Bianglala menegaskan bahwa kedekatan dengan anak sebaiknya tidak hanya dibangun oleh ibu, apalagi dalam konteks kekerasan. Menurutnya, ayah juga memegang peran penting dalam membentuk keberanian anak.

“Keberanian bukan berarti berani membalas kekerasannya, tetapi keberanian itu merupakan kepercayaan dirinya pada diri sendiri,” tegas Bianglala.

Ia menambahkan, kepercayaan anak terhadap dukungan eksternal juga memengaruhi cara anak menyikapi perlakuan buruk dari orang lain. Ketika anak yakin bahwa ejekan temannya tidak mengurangi kasih sayang orangtuanya, ia tidak akan merasa terancam secara emosional.

“Jadi ketika anak diejek oleh temannya, orangtua dapat memberikan validasi emosi terlebih dahulu. Dari ibu misalnya, ‘Kakak kesel ya sama si A, kakak marah ya’,” ucapnya.

Berkaca dari kasus perundungan di sekolah swasta elit di Tangerang Selatan. Psikolog anak dan remaja, Novita Tandry mengingatkan para orang tua tentang pentingnya hadir secara fisik dan emosional untuk anak yang tengah bertumbuh dewasa.

Setelah Validasi Emosi Anak

Setelah emosi anak divalidasi, lanjut Bianglala, orangtua bisa mengajarkan bahwa rasa marah adalah hal yang wajar. Namun, penting juga untuk mengarahkan anak pada cara penyelesaian konflik yang sehat.

“Misalkan orangtua mengajarkan dengan cara yang berbasis agama, misalnya dengan berdoa kepada Allah supaya teman yang melakukan hal yang tidak baik kepada kita diberikan kesadaran. Atau dengan mengekspresikan emosi melalui hal-hal baik, misalnya dengan bermain,” ujarnya.

Bianglala menekankan, pendekatan rasional dan ajakan berpikir mendalam baru bisa dilakukan setelah anak tenang dan emosinya divalidasi oleh orangtua.

Ia juga mengingatkan bahwa proses mendidik anak tidak cukup hanya dari keteladanan orangtua. Lingkungan sekitar seperti guru, teman, dan tontonan anak di gawai (jika digunakan) juga turut membentuk karakter dan respons anak terhadap situasi sosial.

“Kalau dia di rumah sudah secure, tapi di sekolah guru sering marah-marah, temannya menunjukkan kekerasan, maka sangat mungkin anak akan meniru. Jadi misal anak membalas, itu hal yang wajar,” jelasnya. “Kalau dia tidak melihat kekerasan itu, maka anak tidak akan melakukan hal tersebut,” tambahnya.

Peran Ayah untuk Anak

Tak hanya ibu, ayah juga memiliki peran krusial dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd, mengupayakan perubahan budaya pengasuhan di Indonesia. Dari yang semula terpusat pada peran ibu, menjadi lebih kolaboratif dan setara.

“Berdasarkan data 20,9 persen anak Indonesia mengalami fatherless atau kehilangan ayahnya,” ujar Wihaji dalam keterangan resmi.

Hilangnya peran ayah dapat memicu mental stroberi pada anak. Wihaji menjelaskan, istilah strawberry generation atau generasi stroberi pada mulanya muncul dari negara Taiwan. Istilah ini ditujukan pada sebagian generasi baru yang lunak seperti buah stroberi.

Pemilihan buah stroberi untuk penyebutan generasi baru ini juga karena buah ini tampak indah dan eksotis, tetapi begitu dipijak atau ditekan ia akan mudah sekali hancur.

Menurut Wihaji, salah satu penyebab anak tumbuh dengan mental stroberi adalah ketidakhadiran peran ayah dalam pengasuhan.

"Saat ini karena kurangnya sentuhan ayah terhadap anak-anak yang rata-rata jarang, saat ini banyak anak-anak dengan leadership yang terbentuk menjadi leadership keibuan,” kata Wihaji di Jakarta Timur pada Rabu, 22 Januari 2025 mengutip keterangan pers.

“Jika nanti anak-anak hanya disentuh oleh ibu, jika tidak ada sentuhan seorang ayah, anak-anak ini akan memiliki sifat keibuan dan menjadi lembut. Sekarang karena 80 persen itu lebih banyak dibimbing ibu sampai berumur 18 tahun, maka leadership yang tersentuh akan menjadi seperti ibu-ibu, dan ciptakan mental strawberry,” tambahnya.

Pengasuhan Tak Tepat Picu Mental Stroberi

Dalam keterangan lain, akademisi sekaligus praktisi bisnis Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya menjelaskan bahwa strawberry generation adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati.

“Definisi ini dapat kita lihat melalui laman-laman sosial media. Begitu banyak gagasan- gagasan kreatif yang dilahirkan oleh anak-anak muda, sekaligus pula juga tidak kalah banyak cuitan resah penggambaran suasana hati yang dirasakan oleh mereka,” papar Rhenald mengutip laman resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu), Jumat (24/1/2025).

Senada dengan Wihaji, menurut Rhenald, cara orangtua mendidik anak memang menjadi salah satu faktor munculnya mental stroberi.

Ditambah kondisi keluarga di mana anak dibesarkan dan situasi yang lebih sejahtera dibandingkan generasi sebelumnya juga memengaruhi mental stroberi.

“Tentu saja banyak yang kehidupannya masih susah, tetapi tidak dapat dimungkiri kehidupan sekarang pada umumnya lebih sejahtera daripada beberapa dekade yang lalu,” kata Rhenald.

Dibesarkan dalam keluarga yang sejahtera mesti disyukuri tetapi berakibat juga pada beberapa hal. Pada keluarga yang sejahtera, orangtua mempunyai kecenderungan memberikan apa yang diminta oleh anak-anaknya. Kemudian orangtua biasanya lebih sedikit menghabiskan waktu dengan anak karena kesibukan harian.

Read Entire Article