TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi Jakarta larang penggunaan ondel-ondel untuk mengamen sehingga memunculkan kritik. Gubernur Jakarta Pramono Anung Wibowo merespons kritik yang muncul dengan menjelaskan bahwa ondel-ondel merupakan kebudayaan Betawi yang seharusnya dihormati sehingga tidak seharusnya digunakan untuk mengamen.
“Budaya Betawi bukan untuk mengamen, tetapi budaya Betawi ini kami buat naik kelas,” kata Pramono dalam sambutannya pada acara Sarasehan III Kaukus Muda Betawi, di kawasan Ancol, Jakarta Utara, pada Senin, 2 Juni 2025.
Alasan Pelarangan Ondel-Ondel untuk Mengamen
Pramono Anung mengakui bahwa pernyataannya terkait larangan penggunaan ondel-ondel untuk mengamen tersebut mengundang kritik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya sekarang ini secara operasional sudah memulai sesuatu yang kadang kala menimbulkan perdebatan di ruang publik,” ujarnya.
Pramono sebelumnya mengatakan bahwa dirinya tidak ingin kesenian ondel-ondel digunakan mengamen karena kebudayaan Betawi tersebut seharusnya dirawat dengan baik.
”Saya ingin ondel-ondel tidak digunakan untuk mencari mengamen. Tetapi betul-betul dirawat dengan baik,” katanya saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, pada Rabu, 28 Mei 2025.
Mantan Sekretaris Kabinet tersebut mengatakan jika budaya ondel-ondel harus tetap lestari. Menurut Pramono, pelaku kesenian ondel-ondel perlu diberi penghargaan. Untuk itu, Pramono berencana membantu 42 Sanggar di Jakarta yang melestarikan ondel-ondel.
Politikus PDIP tersebut juga berencana akan membuat regulasi untuk membantu pelaku kesenian ke depannya agar bisa tetap mempertahankan ondel-ondel sehingga kebudayaan tersebut tidak dijadikan alat untuk mencari uang dengan cara mengamen.
“Sehingga undang-undang ya udah nanti kita buat, kita undang berbagai acara di ibu kota, acara yang banyak banget,” ujarnya.
Budayawan Betawi Tanggapi Larangan Ondel-Ondel untuk Mengamen
Budayawan sekaligus sastrawan Betawi, Yahya Andi Saputra, mengungkapkan bila pemanfaatan ondel-ondel untuk mengamen telah lama dilakukan oleh seniman tradisional. Pernyataan Yahya tersebut ditujukan untuk merespons pernyataan Pramono Anung yang tidak ingin ondel-ondel digunakan untuk mengamen.
Yahya menekankan bila seniman ondel-ondel sudah mengamen sejak masa penjajahan Belanda. Yahya menjelaskan jika mengamen sejatinya merupakan salah satu cara untuk menjaga kelestarian ondel-ondel.
"Ngamen itu merupakan salah satu upaya bagi seniman tradisional merawat keseniannya, merawat identitasnya, memelihara kebutuhan kesehariannya," ujar Yahya saat dihubungi melalui pesan singkat pada Jumat, 30 Mei 2025.
Yahya jika mengatakan para seniman diperbolehkan mengamen oleh pemerintah karena tidak mengganggu ketertiban umum. Menurut Yahya, para seniman yang mencari penghasilan dari mengamen juga mengeri fungsi dan simbol ondel-ondel.
"Mereka sesuai pakem, tidak mengganggu ketertiban, aman, (mengamen) sesuai tempat-tempat yang ditentukan dan jam serta hari yang ditentukan."
Walaupun demikian, Yahya tidak dapat menyangkal bahwa saat ini terdapat pengamen ondel-ondel yang tidak memahami nilai budayanya. Yahya menyebut para pengamen tersebut sebagai oknum yang merusak citra ondel-ondel di mata masyarakat.
Oknum yang merusak citra ondel-ondel tersebut, kata Yahya, hanya memanfaatkan ondel-ondel untuk bertahan hidup di Kota Jakarta dan tidak mempelajari keseniannya. "Ini enggak menghargai kesenian tradisional dan merusak citra kearifan lokal," ujarnya.
Yahya menilai seniman ondel-ondel yang mengamen hingga mengganggu ketertiban umum perlu ditertibkan agar lebih rapi.
"Kalau oknum mengamen, kudu dibina dan diberi pelatihan skill yang lain," katanya.