Liputan6.com, Jakarta - Di tengah tekanan hidup dan pekerjaan yang tinggi, rasa lelah kerap dianggap hal yang biasa. Tak sedikit orang yang langsung menyimpulkan dirinya sedang burnout atau stres hanya berdasarkan pencarian internet alias 'Jebakan Dokter Google'.
Padahal, bisa jadi gejala kelelahan tersebut adalah tanda dari penyakit serius seperti Myasthenia Gravis (MG), penyakit autoimun kronis yang menyerang sistem neuromuskular. Myasthenia Gravis adalah penyakit autoimun yang menyebabkan kelemahan otot yang bersifat fluktuatif.
Gejala awalnya sering kali ringan dan menyerupai kelelahan biasa, seperti kelopak mata turun, penglihatan ganda, suara sengau, atau kesulitan menelan. Akibatnya, banyak pasien tidak menyadari kondisi ini hingga gejalanya memburuk dan berisiko mengancam nyawa.
"Banyak masyarakat yang mengabaikan gejala seperti kelopak mata yang sering turun atau suara yang tiba-tiba menjadi sengau, lalu menganggapnya hanya sebagai kelelahan biasa akibat tuntutan pekerjaan," ujar Dokter Spesialis Saraf RS Brawijaya Saharjo, dr. Zicky Yombana, Sp.S, dalam diskusi kesehatan bertajuk “Lebih dari Sekadar Lelah” yang diselenggarakan Menarini Indonesia berkolaborasi dengan Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia (YMGI) pada Sabtu, 12 Juli 2025.
Awas Jebakan Dokter Google
Lebih lanjut, dr. Zicky Yombana, yang juga merupakan penyintas Myasthenia Gravis (MG), mengingatkan pentingnya untuk tidak menunda konsultasi medis saat mengalami gejala yang mencurigakan.
"Di era digital seperti sekarang, banyak orang yang terjebak dalam Jebakan Dokter Google. Mereka mencoba mendiagnosis diri sendiri dan akhirnya menunda konsultasi medis yang sebenarnya sangat krusial," ujar dr. Zicky.
Dia, menegaskan, jika seseorang mengalami kelemahan otot yang datang dan pergi secara tidak menentu, segera periksakan diri ke dokter spesialis saraf.
"Itulah kunci untuk mencegah komplikasi berbahaya seperti krisis miastenik, dan memungkinkan pasien untuk kembali hidup secara produktif," tambahnya.
Risiko Myasthenia Gravis tidak bisa dianggap enteng. Berdasarkan data yang dipublikasikan dalam Frontiers in Neurology (Khateb & Shelly, 2025), tingkat kematian pada pasien MG mencapai 14 persen dalam 5 tahun dan 21 persen dalam 10 tahun setelah gejala pertama muncul.
"Krisis miastenik, yaitu kondisi kelemahan otot pernapasan yang parah, menjadi salah satu penyebab utama kematian pada pasien MG," jelas dr. Zicky.
Kata Pasien Myasthenia Gravis
Pasien juga kerap mengalami penyangkalan dari lingkungan sekitar. Hal ini diungkapkan oleh Annisa Kharisma atau Tata dari Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia (YMGI).
"Bagian terburuknya adalah kebingungan. Saya diberi tahu bahwa saya 'hanya lelah,' 'stres karena pekerjaan,' atau 'mungkin hanya butuh lebih banyak tidur.’ Saya pun mulai meragukan diri saya sendiri," ungkapnya.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mengenali tanda-tanda awal MG dan tidak meremehkan keluhan yang berulang. Diagnosis dini dan pengobatan yang konsisten sangat penting untuk menjaga kualitas hidup pasien.
"Penyakit ini dapat menyebabkan kematian dan menurunkan produktivitas kerja. Pasien MG memerlukan pengobatan yang tepat, konsisten, dan terjangkau," ujar Dokter Spesialis Saraf dari RSCM, dr. Ahmad Yanuar Safri, SpS(K).
Jangan sampai telat waspada. Jika merasa "lelah" terus-menerus disertai gejala aneh di otot wajah atau suara, jangan buru-buru percaya hasil pencarian Google. Segera konsultasikan ke dokter untuk memastikan bukan Myasthenia Gravis yang sedang mengintai.