TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani mengatakan naskah awal sejarah resmi yang disusun Kementerian Kebudayaan akan dipublikasikan pada Juli mendatang. Saat ini, penulisan ulang sejarah itu sudah mencapai 70 persen.
"Targetnya memang bulan Juli akan diadakan uji publik, workshop, seminar, dan sebagainya," kata Lalu Hadrian saat ditemui di Gedung Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Senin, 16 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama proses uji publik itu, Lalu menjelaskan masyarakat bisa menyampaikan apa-apa yang dianggap kurang lengkap atau kurang tepat. Lalu memastikan dewan akan memfasilitasi ruang-ruang diskusi tersebut. "Siapa tahu ada temuan-temuan, ada bukti baru yang memang harus masuk ke dalam penulisan ulang," kata dia.
Politikus PKB itu mengatakan parlemen juga akan segera melakukan rapat kerja dengan Menteri Kebudayan selepas masa reses selesai. Rapat itu digelar guna menanggapi gejolak kritik dari berbagai pihak atas sejumlah pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Saat ini, Kementerian Kebudayaan tengah merevisi naskah sejarah Indonesia. Alasan utama revisi ini adalah menyelaraskan kembali pengetahuan sejarah dengan berbagai temuan baru dari disertasi, tesis, ataupun penelitian para sejarawan. Nantinya, hasil penulisan ulang ini dibukukan secara resmi melalui pendanaan dari Kementerian Kebudayaan, bekerja sama dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI).
Namun, dalam perjalanannya penyusunan buku sejarah yang diterbitkan 17 Agustus 2025 atau tepatnya pada HUT kemerdekaan ke-80 RI itu menuai kontroversi. Teranyar, soal penghapusan peristiwa pemerkosaan massal 1998.
Fadli dalam wawancaranya bersama jurnalis senior Uni Lubis mengatakan bahwa peristiwa yang menyasar perempuan keturunan Tionghoa itu sebatas rumor belaka. Berbagai organisasi masyarakat sipil hingga warganet pun mengecam pernyataan tersebut.
Direktur Amnesty International Usman Hamid menilai pernyataan tersebut merupakan pembelaan diri atas masa lalu kelam yang dimiliki oleh pemerintahan saat ini. "Mereka menghindari rasa bersalah, menghindari rasa malu, atau menghindari tidak nyaman karena rekam jejak masa lalu yang ditinggalkan oleh mereka (penguasa)," kata Usman Hamid dalam Konferensi Pers Masyarakat Sipil Melawan Impunitas melalui Zoom Meeting pada Jumat, 13 Juni 2025.