TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan alasan pemerintah memutuskan 4 pulau sengketa masuk wilayah Aceh. Mantan kapolri ini mengatakan, telah ditemukan dokumen asli berisi kesepakatan Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada 1992.
Dokumen ini berisi penegasan bahwa Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang itu masuk wilayah Aceh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tito mengatakan, dokumen asli itu ditemukan Gedung Arsip Kemendagri di Pondok Kelapa, Jakarta Timur pada Senin, 17 Juni 2025. “Ada tiga gedung dibongkar-dibongkar dokumen asli yang kesepakatan dua gubernur,” kata dia di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, Sabtu, 17 Juni 2025.
Tito mengatakan, Kemendagri mulanya memang memutuskan empat pulau tersebut masuk wilayah Sumatera Utara. Pertimbagan itu berdasarkan hasil rapat tim pembakuan rupa bumi pada 2017. Tim itu terdiri dari Kemendagri, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), BRIN, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Direktorat Topgrafi Angkatan Darat, dan Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal). Rapat itu memutuskan empat pulau masuk wilayah Sumatera Utara.
Pertimbangannya, pada 2008, pernah dialkukan verifikasi pulau di seluruh Indonesia. Dalam verifikasi itu, empat pulau tidak masuk daerah Aceh.
Tito mengatakan, Gubernur Aceh tidak memasukkan empat pulau Aceh pada pendataaan di 2008 dan 2009. Sementara, surat dari Gubernur Sumut memasukkan empat pulau yang bersengketa itu ke dalam Tapanuli tengah. “Ini suratnya ada 2008 dan 2009,” kata dia.
Meski begitu, Tito mengatakan, pemerintah Aceh sempat mengirimkan surat keberatan karena 4 pulau itu tidak dimasukkan ke dalam wilayahnya. Namun, tim melihat 4 pulau itu tidak masuk dalam koordinat wilayah Aceh. Mantan kapolri ini mengatakan, berdasarkan informasi geospasial, 4 pulau itu juga masuk dalam wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Pada 2022, mantan kapolri ini mengatakan, Kemendagri mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang memasukkan 4 pulau itu ke Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Namun, Gubernur Aceh kala itu keberatan. Gubernur Aceh kemudian memberikan dokumen surat kesepakatan Gubernur Aceh dan Sumatera Utara mengenai batas wilayah untuk Tapanuli Tengah dan Aceh pada 1992. Isinya, penegasakan 4 pulau itu masuk wilayah Aceh.
Dengan melihat dokumen itu, Tito mengatakan, kemendagri sempat mempertimbangkan kemungkinan empat pulau itu masuk wilayah Aceh. Namun, dokumen itu bentuknya fotokopi. Kemendagri kala itu khawatir akan mendapatkan masalah hukum.
Karena itu, tim pembakuan rupa bumi berupaya mencari dokumen itu. Namun, sampai April 2025, dokumen itu tidak kunjung ditemukan. “Sehingga, pada 2025, cakupannya masih Sumatera Utara,” kata dia.
Meski begitu, Tito mengatakan, dokumen asli itu pada akhirnya ditemukan pada Senin, 16 Juni 2025. Dokumen itu ada di pusat arsip Pondok Kelapa Jakarta Timur. Dokumen yang ditemukan yaitu Kepmendagri Nomor 111 tahun 1992 tentang Penegasan Batas Wilayah Antara Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan Propinsi Daerah Istimewa Aceh tanggal 24 November 1992, masuk menjadi cakupan wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil, Aceh.
Bagi Tito, dokumen itu penting karena memberikan pengakuan kesepakatan antara dua gubernur tahun 1992. Dokumen itu menjadi legalisasi bahwa 4 pulau itu masuk wilayah Aceh.
Karena itu, Tito mengatakan, pihaknya akan melakukan revisi Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 mengatur kode pulau-pulau kecil di Indonesia, termasuk empat pulau yang menjadi sengketa antara Aceh dan Sumatera Utara. Kemendagri, kata Tito, kemudian akan menyampaikan perubahan itu kepada United Nations Conference on Standardization of Geographical Names (UNCSGN).
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya memutuskan 4 pulau yang menjadi sengketa antara Aceh-Sumut secara administratif masuk wilayah Aceh. Mensesneg Prasetyo Hadi mengatakan, keputusan itu dilaksanakan setelah melihat laporan dari Kemendagri dan dokumen pendukung.
"Keputusan itu berlandaskan pada dokumen yang ada bahwa keempat pulau yaitu, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif masuk wilayah Aceh," kata dia di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.
Perselisihan batas wilayah antara Aceh dan Sumut mencuat setelah penetapan kodifikasi wilayah oleh pemerintah pusat yang memicu penolakan dari sejumlah pihak di Aceh. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) memutuskan empat pulau di kawasan Aceh Singkil masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.
Pengalihan status empat pulau ini termaktub dalam Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang terbit pada 25 April 2025. Keempat pulau tersebut adalah Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Mendagri Tito Karnavian mengatakan Kepmendagri itu telah melewati kajian letak geografis dan pertimbangan keputusan yang melibatkan berbagai instansi. Tito menyebutkan Kementerian Dalam Negeri harus menetapkan batas wilayah empat pulau tersebut karena berkaitan dengan penamaan pulau yang harus didaftarkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Kami terbuka terhadap evaluasi atau gugatan hukum, termasuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Silakan saja,” kata Tito di Istana Kepresidenan pada Selasa, 10 Juni 2025.
Daniel Ahmad Fajri, Dinda Shabrina, dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini