TEMPO.CO, Jakarta -- Anggota Tim Pengawas atau Timwas Haji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Edy Wuryanto menyoroti pernyataan pemerintah Arab Saudi ihwal angka kematian jemaah haji Indonesia yang tinggi, khususnya kelompok lanjut usia dengan penyakit penyerta. Menurut Edy, kritik Arab Saudi harus menjadi evaluasi pelaksanaan ibadah haji, terutama seleksi kesehatan calon jemaah.
“Masukan dari Pemerintah Arab Saudi ini harus menjadi perhatian serius. Mereka bahkan menyampaikan pertanyaan keras: ‘Why do you bring people to death here?’ Mengapa Anda kirim jemaah ke sini hanya untuk meninggal?” tutur Edy di Daerah Kerja atau Daker Madinah, Arab Saudi, dikutip dari keterangan tertulis di laman resmi DPR, Jumat, 13 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Edy menilai angka kematian yang tinggi menunjukkan, pemerintah perlu menguatkan instrumen skrining kesehatan. Dia meminta proses seleksi kesehatan yang ketat sebelum keberangkatan, bukan hanya saat pendaftaran haji. Edy mengatakan, calon jemaah haji berusia lanjut yang memiliki riwayat penyakit kompleks, terutama yang diprediksi tak mampu menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji sebaiknya tak diberangkatkan.
“Menteri Kesehatan dan seluruh jajarannya, termasuk Dinas Kesehatan di tingkat kabupaten/kota, harus lebih ketat dalam menyeleksi calon jemaah. Syarat istitha’ah atau kemampuan fisik harus menjadi prioritas,” ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Edy menyebut, pembayaran biaya haji sejak 10–15 tahun sebelumnya tidak bisa dijadikan patokan untuk keberangkatan. Pemeriksaan kesehatan tetap harus dilakukan kembali menjelang keberangkatan. Pemeriksaan itu, menurut dia, bagian dari kewajiban negara dalam melindungi keselamatan jemaah. “Skrining dilakukan sebelum berangkat. Kalau ternyata kondisi kesehatannya tidak memungkinkan, bisa digantikan oleh anak atau kerabatnya. Skema penggantian ini harus mulai disosialisasikan,” tutur anggota Komisi IX DPR ini.
Berdasarkan data di Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama yang diakses pada Jumat, 13 Juni 2025 pukul 11.15 WIB, ada 248 jemaah haji yang tercatat meninggal. Grafik jumlah kematian jemaah haji Indonesia saat memasuki rangkaian puncak pelaksanaan haji relatif meningkat. Pada 5 Juni 2025, yaitu saat kegiatan ibadah wukuf di Arafah, jemaah haji yang wafat mencapai 12 orang. Keesokan harinya pada Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah, tercatat 13 orang meninggal. Lalu pada 7 Juni, yang bertepatan dengan pelaksanaan rangkaian lempar jumrah ke Jamarat, angka kematian jemaah sebanyak 9 orang.
Pada hari ke-39 operasional haji atau 8 Juni 2025, jamaah haji Indonesia yang meninggal meningkat menjadi 15 orang. Hari tasyrik terakhir, yakni 9 Juni 2025, angka kematian sedikit menurun menjadi 14 orang. Esoknya, 10 Juni 2025 atau hari ke-41 haji, tercatat sebagai hari dengan angka kematian tertinggi sepanjang pelaksanaan haji tahun ini. Jemaah haji yang meninggal sebanyak 16 orang.
Dalam kesempatan terpisah, anggota Tim Pengawas Haji DPR Selly Andriany Gantina juga sebelumnya menyoroti masalah kesehatan dalam pelaksanaan haji 2025. Menurut Selly, tak sedikit jemaah haji Indonesia yang meninggal karena terpisahnya antarjemaah dengan rombongan. "Saat suami dan istri dipisahkan atau pendamping dan (jemaah) lansia dipisahkan, akan ada gangguan emosional dan mental," katanya saat dihubungi pada Senin, 9 Juni 2025.
Dia menilai, jemaah yang terpisah dari rombongan itu mengalami gangguan pikiran sehingga kondisi fisiknya melemah. Sebab, di Tanah Suci terdapat jutaan jemaah haji lain yang berada di satu tempat yang sama.
Politikus PDI Perjuangan juga menyoroti ihwal banyaknya jemaah haji Indonesia yang meninggal di luar kategori lansia. Menurut dia, tak sedikit jemaah haji Tanah Air meninggal dari kalangan muda dengan riwayat komorbid. Meski begitu, ia tak menyebut secara rinci jumlah jemaah meninggal karena penyakit yang bersifat kronis tersebut. "Artinya (evaluasi haji) dari sisi kesehatan masih bolong. Masih bisa meloloskan orang-orang yang punya penyakit berat," ucap dia.