Setara Institute Desak Fadli Zon Batalkan Proyek Penulisan Ulang Sejarah

1 month ago 38
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi, mendesak Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk membatalkan proyek penulisan ulang sejarah yang ditargetkan rampung pada Agustus mendatang.

Menurut dia, penulisan ulang sejarah semestinya dilakukan oleh kementerian yang mengurusi pendidikan, bukan oleh Kementerian Kebudayaan. Apalagi, proyek ini dinilai manipulatif karena berupaya membengkokan narasi di masa lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pemerintah sebaiknya mengurungkan ambisi untuk merekayasa sejarah perjalanan bangsa secara insinuatif dan tergesa-gesa," kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin, 16 Juni 2025.

Hendardi mengatakan, penulisan ulang sejarah memerlukan dialog yang panjang, matang, mendalam, dan inklusif terhadap fakta yang mesti diakomodasi dalam buku pembelajaran.

Agar lebih baik, kata dia, proyek ini juga harus diiringi dengan i'tikad baik pemerintah dalam mengungkap keberanan di balik kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu, alih-alih menulis ulang sejarah secara instan dan represif sesuai selera rezim.

Tanpa diiringi dengan penuntasan kasus HAM, Hendardi melanjutkan, penulisan ulang sejarah amat potensial digunakan kekuasaan untuk merekayasa peristiwa yang terjadi di masa lalu.

Tindakan ini, dia menjelaskan, juga sempat diupayakan oleh rezim otoriter Orde Baru untuk mendelegitimasi fakta pada tragedi pembantaian 1965.

"Apalagi, narasi yang sejauh ini disampaikan oleh Fadli Zon, semuanya cenderung manipulatif, sarat sensasi, dan muslihat," ujar Hendardi.

Manipulatif yang dimaksud, salah satunya adalah terkait dengan penyangkalan kasus pemerkosaan massal di kerusuhan Mei 1998. Fadli menilai, kasus tersebut hanya sekadar rumor lantaran tak memiliki cukup bukti.

Padahal, kata dia, mantan Presiden Baharuddin Jusuf Habibie telah mengeluarkan pernyataan resmi terkait dengan kasus pemerkosaan massal di 1998. Ditambah dengan pelbagai laporan yang disampaikan TGFP Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 yang dipimpin Marzuki Darusman.

Lalu, kata Hendardi, Investigasi dan Temuan Komnas HAM dan Komnas Perempuan serta berbagai studi ilmiah yang dilakukan oleh para intektual serta laporan pendampingan yang dilakukan oleh masyarakat sipil telah membuat jelas adanya kasus pemerkosaan massal yang disangkal politikus Partai Gerindra itu.

"Fadli Zon harus menarik pelbagai ucapannya yang menyangkal, dan segera meminta maaf kepada publik, terutama kepada para korban dan keluarga korban," ucap dia.

Selain menyangkal kasus pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998, proyek penulisan ulang sejarah yang digodok Kementerian Kebudayaan ini juga berupaya menghilangkan sejumlah peristiwa pelanggaran HAM masa lalu.

Laporan Tempo berujudul "Amputasi Gerakan Reformasi dalam Buku Sejarah Indonesia" yang terbit pada 21, Mei 2025 menyebutkan, buku godokan itu menghilangkan banyak peristiwa sejarah penting.

Pada jilid 9 misalnya yang berjudul "Orde Baru" tak menjamah peristiwa 27 Juli 1996, Tragedi Trisakti, dan Kerusuhan Mei. Padahal, peristiwa itu menjadi peristiwa penting yang menjadi sejarah perjuangan bangsa.

Mantan aktivis 98 Masinton Pasaribu menilai, upaya menghilangkan sejumlah kasus pelanggaran HAM dalam penulisan sejarah ulang ini tak lebih dari suatu upaya membodohi generasi mendatang.

"Ini adalah suatu pengkhianatan terhadap perjuangan bangsa dalam memperoleh kebebasan dan demokrasi," kata Masinton melalui pesan singkat, Senin, 16 Juni 2025.

Adapun, melalui keterangan tertulis Fadli Zon mengatakan, bahwa ia tak bermaksud untuk menyangkal keberadaan kasus pemerkosaan massal di 1998.

Dia menjelaskan, fakta sejarah harus bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal. Sementara penyebutan kata "massal", menurut dia, masih menjadi perdebatan di kalangan akademik selama dua dekade terakhir. 

"Apalagi masalah angka dan istilah yang problematik," ujar Fadli, Senin, 16 Juni 2025.

Read Entire Article