TEMPO.CO, Jakarta - Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di Jakarta telah digelar mulai Senin, 16 Juni 2025 pukul 08.00 dan terbuka untuk berbagai jalur sesuai jenjang pendidikan. Namun, dalam pelaksanaannya, baru di hari pertama sejumlah masalah menjadi polemik. Selain karena sistem galat, problem juga muncul karena kurangnya sosialisasi bagi wali murid.
Mekanisme SPMB merupakan pengganti Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dalam sistem penerimaan murid baru di semua jenjang untuk ajaran sekolah tahun baru. Seluruh tahapan proses pendaftaran hingga daftar ulang, dapat diakses secara online oleh wali atau murid melalui portal resmi SPMB Jakarta agar memastikan kemudahan akses, hasil transparan, dan adil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Portal Sulit Diakses
Portal SPMB Jakarta dikabarkan mengalami galat di hari pertama pendaftaran dan sulit diakses oleh orang tua calon peserta didik. Aditya, salah satu orang tua murid mengatakan telah berulang kali mencoba masuk atau log in ke situs tersebut menggunakan akun yang telah dibuat, namun laman SPMB tetap tak bisa diakses.
“Selalu muncul kata-kata ‘Terjadi Kesalahan’,” kata dia dengan nada geram pada Senin, 16 Juni 2025.
Adit rencananya akan mendaftarkan anaknya ke salah satu SMP negeri di Jakarta. Ia khawatir situs SPMB yang eror membuat anaknya kehilangan kursi dan gagal mendapatkan sekolah yang diinginkan Dia juga mengeluhkan sistem pendaftaran SPMB yang dinilainya masih prematur sehingga menyulitkan orang tua untuk mendaftarkan anak mereka.
“Dengan persyaratan bertahap seperti ini malah membuat susah dan mengecewakan,” katanya.
Akun instagram Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga tampak diserbu oleh orang tua calon murid. Rata-rata mengeluhkan situs SPMB yang eror dan lemot. Banyak orang tua mengatakan akun mereka terlempar keluar dan gagal masuk. Mereka menduga hal itu terjadi karena membludaknya pendaftar yang mengakses situs tersebut.
2. Orang Tua Murid Kebingungan dengan Mekanisme SPMB
Fera, 40 tahun, tampak kebingungan saat mendatangi posko aduan pendaftaran SPMB wilayah Jakarta Selatan di SMAN 70, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan di hari pertama pendaftaran. Ia bolak-balik dari tempat duduknya ke meja pelayanan untuk bertanya. Dengan berlembar-lembar berkas dan dokumen yang telah disiapkan di tangannya, ia tampak kewalahan mengisi data dan mengikuti proses pendaftaran yang sudah serba daring.
“Saya enggak tahu caranya bagaimana. Jadi saya datang ke posko, saya minta tolong, saya bilang saja saya enggak tahu apa-apa. Akhirnya saya ditolong sama petugasnya di Kamis kemarin,” ucap dia saat ditemui di posko wilayah Jakarta Selatan, Senin, 16 Juni 2025.
Dia mengungkapkan baru memiliki akun pendaftaran dan memverifikasinya pada Sabtu 14 Juni 2025. Hari itu merupakan batas akhir pembuatan akun dan verifikasi akun. Fera mengatakan ia akan memasukkan anaknya di salah satu SMA negeri di Jakarta Selatan. Sekolah yang selama ini menjadi pilihan pertama anaknya.
“Saya pakai jalur domisili. Semoga saja bisa diterima,” ucapnya.
Menurut Fera, sistem yang baru dan serba daring itu membuatnya bingung. “Apalagi saya gaptek. Saya enggak tahu prosesnya harus ke sini, ke situ,” kata dia. Saat tiba di posko, Fera juga masih meminta bantuan dari petugas untuk memasukkan berbagai data dan memverifikasinya. “Pokoknya saya datang, saya langsung bilang ‘Pak tolong, saya enggak ngerti apa-apa. Tolong bantu saya daftarkan anak saya,” ujarnya.
Suasana di posko aduan SPMB Jakarta Selatan juga tampak ramai. Dari luar ruangan orang tua calon murid telah antre. Rata-rata meminta bantuan untuk mekanisme pendaftaran dan meminta petugas untuk memandu memverifikasi data calon murid.
3. Orang Tua Murid Tak Tersosialisasi dengan Baik
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyampaikan lembaganya mendapatkan banyak aduan ihwal sistem galat. Selain itu, Ubaid menyebut pihaknya juga mendapat laporan mengenai banyak orang tua tak tersosialisasi dengan baik.
“Sekarang pendaftaran online, tapi orang tua masih banyak yang mengantre di sekolah sejak subuh,” kata Ubaid saat dihubungi Tempo, Senin, 16 Juni 2025.
Ubaid menduga huru-hara SPMB akan ramai seperti tahun-tahun sebelumnya. Begitu pula dengan dugaan praktik jual-beli kursi, kata Ubaid, yang mungkin akan tetap terjadi. JPPI, kata dia, memprediksi, pungli dan jual beli kursi tambah marah, bukan malah mereda, sebab tidak ada solusi yang jelas dari pemda terkait dengan daya tampung yang sangat minim di sekolah-sekolah negeri.
Selain itu, biaya sekolah di sekolah swasta, kata dia, juga tambah mahal. Sehingga orang tua akan mati-matian memperjuangkan anaknya supaya bisa diterima di sekolah negeri. Padahal, menurut JPPI, pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pemerintah wajib menjamin akses pendidikan gratis termasuk di sekolah swasta, semestinya sistem SPMB bisa lebih inklusif.
“Faktanya, SPMB 2025 masih didesain hanya untuk sekolah negeri. Mestinya, sekolah swasta juga dimasukkan ke dalam sistem online SPMB sebagai solusi atas krisis daya tampung,” kata dia.
Tempo telah menghubungi Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Jakarta Sarjoko, namun hingga berita ini ditulis belum mendapat respons.