TEMPO.CO, Jakarta - Peringatan 29 tahun peristiwa Kudatuli atau Kerusuhan 27 Juli 1996 kembali digelar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Selatan, pada Ahad, 27 Juli 2025. PDIP kembali mendesak agar tragedi berdarah pada masa Orde Baru itu diakui sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Badan Sejarah Indonesia PDI Perjuangan, Bonnie Triyana, menyebut upaya rekonstruksi sejarah kerap ditentang oleh kekuasaan. “Sejarah jadi momok menakutkan bagi rezim. Sehingga sejarah itu perlu direkayasa. Karena dengan kekuatan ingatanlah yang bisa mengoreksi jalannya kekuasaan yang dzalim,” ujar Bonnie dalam pidatonya pada Ahad, 27 Juli 2025.
Ia menyinggung langkah PDIP tahun lalu yang telah mengajukan permintaan kepada Komnas HAM agar Kudatuli dikaji sebagai pelanggaran berat HAM. “Tahun kemarin kami sudah ke Komnas HAM, kami minta peristiwa Kudatuli ini sebagai pelanggaran HAM berat ke-13,” kata dia.
Ketua DPP PDIP, Ribka Tjiptaning, juga menyuarakan desakan serupa. “Kami menuntut peristiwa Kudatuli 1996 menjadi pelanggaran HAM berat,” ujarnya dalam orasi di depan kader partai moncong putih, Ahad pagi.
Kudatuli, akronim dari Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli, merupakan peristiwa kekerasan yang terjadi pada 27 Juli 1996 di kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat. Insiden itu diduga dipicu perebutan kepemimpinan partai antara kubu Megawati Soekarnoputri dan Soerjadi, yang didukung oleh rezim saat itu.
Komnas HAM mencatat sedikitnya lima orang tewas, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang dalam tragedi tersebut. Selain itu, kerugian materiil ditaksir mencapai Rp 100 miliar. Komnas HAM juga mengungkapkan adanya enam bentuk pelanggaran HAM dalam peristiwa itu, termasuk pelanggaran terhadap hak berkumpul, bebas dari rasa takut, dan perlindungan terhadap nyawa serta harta benda.
Amnesty International mencatat, antara 206 hingga 241 orang ditangkap aparat keamanan usai kerusuhan. Sedikitnya 90 orang mengalami luka-luka dan lima hingga tujuh orang dilaporkan meninggal dunia.
Meski telah berlangsung hampir tiga dekade, kasus Kudatuli belum juga memperoleh pengakuan resmi sebagai pelanggaran HAM berat dari negara. PDIP berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan terwujud.