TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat menyoroti ketimpangan penegakan hukum dalam kasus-kasus korupsi yang terjadi belakangan ini. Ia menilai ada upaya sistematis untuk membungkam kritik dan merekayasa kekuasaan melalui penggunaan hukum yang tidak adil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kekuasaan harus diperoleh dengan cara yang benar, jangan merekayasa konstitusi. Apalagi mengintimidasi yang bertentangan dengan kekuasaan,” kata Djarot saat menghadiri peringatan 29 tahun Peristiwa Kudatuli, di Menteng, Jakarta, Ahad, 27 Juli 2025.
Menurut Djarot, saat ini hukum kerap digunakan untuk membidik lawan politik, sementara kasus-kasus besar justru luput dari perhatian penegak hukum. Ia mencontohkan kasus yang menjerat Thomas Trikasih Lembong dan Hasto Kristiyanto. “Yang mengkritik, dicari-cari kesalahannya sampai ketemu, masukkan ke penjara,” ujarnya.
Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, divonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi karena dianggap memperkaya pihak lain dalam pengadaan gula impor. Namun vonis itu menuai kritik sejumlah ahli hukum karena dinilai tidak membuktikan adanya niat jahat serta tidak menunjukkan hubungan afiliasi antara Tom dan perusahaan penerima keuntungan.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto juga divonis 3 tahun 6 bulan penjara karena dinilai menyuap anggota KPU untuk memuluskan pergantian antarwaktu anggota DPR. Meski terbukti menyuap, Hasto bebas dari dakwaan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku.
Djarot menilai sejumlah kasus besar lainnya justru seolah luput dari perhatian. “Seperti kasus minyak goreng, pesawat jet, korupsi infrastruktur di Sumatera Utara, Blok Medan, semua lewat. Banyak kasus gede semuanya lewat,” katanya.
Pernyataan Djarot disampaikan dalam konteks peringatan Kudatuli atau kerusuhan berdarah yang terjadi pada 27 Juli 1996 di kantor PDI kubu Megawati Soekarnoputri. Peristiwa itu, menurutnya, menjadi pengingat akan pentingnya menjaga demokrasi dan supremasi hukum yang adil.
“Kita belajar dari sejarah. Jangan sampai kekuasaan digunakan untuk menghabisi yang berbeda,” kata Djarot.