TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kementerian Luar Negeri Roy Soemirat menanggapi seruan terhadap Pemerintah Indonesia untuk berkontribusi dalam menghentikan perang Thailand-Kamboja. Indonesia masih mencari strategi diplomasi yang tepat.
“Saat ini Indonesia tengah mencari formula yang tepat baik melalui kerangka bilateral maupun ASEAN untuk dapat meredam dan menyelesaikan eskalasi yang terjadi di perbatasan Kamboja-Thailand,” kata Roy melalui pesan tertulis di aplikasi perpesanan kepada Tempo pada Ahad, 27 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Roy mengatakan Menteri Luar Negeri RI Sugiono sudah berkomunikasi dengan Malaysia sebagai Ketua ASEAN, Perhipmunan Bangsa-Bangas Asia Tenggara, untuk tahun ini. Sugiono menggali hal-hal yang dapat dilakukan bersama oleh ASEAN dalam membantu kedua negara untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara-cara yang damai.
Menurut Roy, pada 2011, saat meletus konflik yang sama antara kedua negara, Indonesia selaku ketua ASEAN pada saat itu, langsung melakukan pendekatan dengan semua pihak atas nama blok tersebut. “Saat ini, kami juga sudah sampaikan kesiapan untuk bantu Malaysia, mengingat banyak pengalaman kita di tahun 2011 lalu untuk meredakan ketegangan di antara kedua negara saat itu.”
Perang antara Thailand dan Kamboja meletus sejak Kamis pagi, 24 Juli 2025. Pada hari ketiga meningkatnya konflik, korban jiwa terus bertambah. Total 32 orang dilaporkan tewas dari kedua belah pihak.
Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja pada Sabtu, 26 Juli 2025, dikutip Al Jazeera menyebut tujuh warga sipil dan lima tentara mereka tewas. Satu orang lebih dulu meninggal akibat serangan roket Thailand ke sebuah pagoda tempat ia berlindung. Di sisi lain, otoritas Thailand mencatat 13 warga sipil, termasuk anak-anak, serta enam personel militer turut menjadi korban jiwa. Sedikitnya 59 orang lainnya, terdiri dari 29 tentara dan 30 warga sipil Thailand, mengalami luka-luka akibat serangan dari Kamboja.
Sekitar 138 ribu warga Thailand juga telah dievakuasi dari wilayah perbatasan, dengan pemerintah membuka lebih dari 300 pusat pengungsian. Sementara menurut otoritas Kamboja, lebih dari 20 ribu penduduk dari Provinsi Preah Vihear meninggalkan rumah mereka untuk menghindari dampak pertempuran. Pemerintah Thailand telah menetapkan status darurat militer di delapan distrik perbatasan sejak Jumat lalu.
Wakil Ketua Komisi I dari Partai Keadilan Sejahtera Sukamta menilai perang Thailand-Kamboja berpotensi mengganggu stabilitas kawasan ASEAN. Sukamta memperkirakan, Indonesia tidak akan terdampak secara langsung perang Thailand dan Kamboja. Tapi, Legislator bidang pertahanan ini menyebut konflik yang membesar berpotensi menimbulkan kerentanan, dengan hadirnya pengungsi atau perdagangan senjata melalui wilayah negara ketiga.
Oleh sebab itu, Sukamta berharap pemerintah Indonesia proaktif untuk mendorong proses perdamaian antara Thailand dan Kamboja, baik melalui hubungan diplomatik dengan kedua belah negara maupun melalui ASEAN. "Hubungan baik antara Indonesia dengan kedua negara dapat digunakan untuk menjembatani proses perdamaian,” kata melalui keterangan tertulis kepada Tempo pada Sabtu, 26 Juli 2025.