TEMPO.CO, Jakarta - Legislator asal Aceh, Nasir Djamil, berpendapat langkah Presiden Prabowo Subianto mengambil alih persengketaan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara merupakan bentuk upaya peredaman ketegangan akibat kebijakan pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nasir mengatakan, pengambilalihan polemik empat pulau itu merupakan koreksi terhadap keputusan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. “Jadi koreksi Presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan terhadap menterinya yang barangkali dalam keputusan itu belum sempurna, tidak bijak menyikapi daerah-daerah yang dulu pernah mengalami konflik bersenjata seperti Aceh,” ucap Nasir di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa, 17 Juni 2025.
Nasir menyatakan sensitivitas diperlukan dalam keputusan atau kebijakan yang berkaitan dengan wilayah berkonflik. “Bukan hanya sekedar otoritas. Jadi otoritas minus sensitivitas ya akibatnya seperti ini,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera atau PKS ini.
Ia menegaskan bahwa secara historis dan administratif, empat pulau yakni yaitu Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang berada di wilayah Aceh. “Cuma memang di tahun 2009, waktu itu Aceh keliru dalam memberikan koordinat. Dan menyampaikan ada 260 pulau, tidak termasuk empat pulau ini,” kata dia.
Berdasarkan laporan Tempo edisi 13 Juni 2025 yang berjudul “Memori Lama di Balik Sengketa Empat Pulau Aceh”, persoalan empat pulau ini bermula dari proses pembakuan nama-nama pulau yang dilakukan di seluruh Indonesia. Tim Nasional Pembakuan Rupabumi yang terdiri dari 10 kementerian/lembaga, di antaranya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial (BIG), Direktorat Topografi TNI AD, terlibat dalam proses pembakuan nama itu.
Kala itu, tim Kementerian Dalam Negeri menggelar identifikasi dan memverifikasi pulau-pulau, termasuk di wilayah Sumatera Utara dan Aceh. Hasil verifikasi tersebut mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara lewat surat Nomor 125 Tahun 2009, yang menyatakan Provinsi Sumatera Utara terdiri atas 213 pulau, termasuk empat pulau yang disengketakan itu. Proses serupa dilakukan di Banda Aceh. Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi menemukan ada 260 pulau yang masuk wilayah Aceh. Namun empat pulau itu tidak tercatat di dalamnya.
Pada 4 November 2009, Pemerintah Provinsi Aceh mengirim surat konfirmasi yang memuat perubahan nama atas empat pulau yang sebelumnya tidak tercantum. Tak hanya nama, titik koordinatnya pun turut disesuaikan. Pulau Panjang namanya tetap, namun memiliki koordinat berbeda. Pulau Malelo berubah nama menjadi Pulau Lipan, dengan koordinat berbeda. Pulau Rangit Besar berubah nama menjadi Pulai Mangkir Besar. Kemudian Pulau Rangit Kecil berubah menjadi Pulau Mangkir Kecil.
Nasir Djamil pun menekankan bahwa Pemerintah Aceh telah mengoreksi penamaan dan koordinat keempat pulau itu. “Kemudian diajukan tapi tidak pernah disahuti, tidak pernah diterima, tidak pernah dijawab oleh pemerintah pusat,” kata anggota Komisi III DPR ini.
Empat pulau kecil di lepas pantai Tapanuli Tengah, perairan Selat Nias, yang dulunya bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, sebelumnya ditetapkan sebagai wilayah Provinsi Sumatera Utara oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Keputusan pengalihan status administratif empat pulau ini termaktub dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri yang terbit pada 25 April 2025.
Tito Mengatakan bahwa Kepmendagri No. 300.2.2-2138/2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau telah melewati kajian letak geografis dan pertimbangan keputusan yang melibatkan berbagai instansi.
Namun pada Selasa siang, 17 Juni 2025, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan pemerintah akhirnya menetapkan empat pulau yang bersengketa antara Aceh dan Sumatera Utara masuk wilayah Aceh. Prasetyo mengatakan, penetapan itu berdasarkan kajian dari dokumen administrasi yang dimiliki pemerintah.
"Pemerintah berlandaskan dasar dokumen pemerintah telah ambil keputusan bahwa 4 pulau itu masuk wilayah Aceh," kata dia di Kantor Presiden, Jakarta. Dengan adanya keputusan ini, Prasetyo meminta masyarakat tidak mempercayai isu liar mengenai polemik ini.
Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, DPR meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan masalah ini. Karena itu, diadakan rapat yang dihadiri Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution. "Rapat telah selesai dan telah mencapai hasil kesepakatan bersama," kata Dasco di Kantor Presiden.
Hendrik Yaputra dan Daniel A. Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.