TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan akan menurunkan tim ke Yuguru, Papua Pegunungan, untuk menggali informasi kematian Abral Wandikbo, pria berusia 27 tahun. Beberapa organisasi yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil sebelumnya menduga Abral dibunuh oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Komnas HAM akan turun mendapatkan fakta informasi di lapangan sesegera mungkin. Yang turun dari tim pemantauan Komnas HAM,” kata Anis melalui pesan suara di aplikasi perpesanan pada Senin, 16 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anis mengatakan Komnas HAM sudah menerima pengaduan kematian Abral di kampung Yugoro dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus Yuguru. Laporan itu diserahkan oleh koalisi ke kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, 13 Juni 2025, dengan Amnesty International Indonesia tercantum sebagai pendamping.
Organisasi lain seperti Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Biro Papua PGI, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan beberapa organisasi lainnya juga turut tergabung dalam koalisi.
“Jadi dalam pengaduan tersebut ada fakta awal yang kami terima dari koalisi. Tapi kami belum bisa menyampaikan informasi lebih jauh keterlibatan para pihak,” kata Anis. Dalam keterangan sebelumnya, aktivis pekerja migran ini menyebut ada potensi pelanggaran HAM di balik kematian Abral, yaitu pelanggaran terhadap hak hidup. Apalagi, kata dia, Abral dibunuh dengan menggunakan kekerasan dan mutilasi.
Sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus Yuguru menduga ada dugaan pelanggaran HAM dalam kematian Abral ke Komnas HAM. “Abral ditangkap, disiksa, dan ditemukan meninggal. Ini bukan prosedur yang sah; ini pembunuhan,” ujar Direktur YKKMP Theo Hesegem di kantor Komnas HAM pada Jumat.
Theo menyebut, selain ke Komnas HAM, pihaknya juga telah mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk meminta pelindungan agar pengusutan kasus berjalan aman. Koalisi masyarakat sipil juga telah melaporkan terduga pembunuh kepada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI di Jakarta. “Kami juga sudah lapor ke Puspom TNI,” ucap Theo.
Kepala Pusat Penerangan atau Kapuspen TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi mengatakan tudingan keterlibatan TNI dalam pembunuhan Abral sebagai propaganda dari Organisasi Papua Merdeka (OPM). Menurut dia, korban tewas merupakan kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB-OPM wilayah Nduga.
"Tudingan ini selalu dilakukan oleh OPM apabila ada anggotanya yang tertembak," ujar Kristomei dalam keterangannya, dikutip pada Ahad, 15 Juni 2025. TNI, klaim Kristomei, memiliki bukti yang cukup untuk menyatakan Abral sebagai bagian dari kelompok separatis tersebut.
Kristomei membenarkan adanya penangkapan terhadap Abral Wandikbo yang dilakukan prajurit TNI di Daerah Yuguru, Papua Pegunungan. Kristomei mengklaim, operasi penindakan itu dilakukan terukur dan profesional. Setelah beberapa hari ditahan di Pos TNI, Abral dibawa oleh prajurit TNI ke Kampung Kwit. Kristomei mengatakan, hal itu dilakukan untuk mencari senjata organik yang disimpan kelompok OPM di honai (bangunan rumah) di Kampung Kwit.
"Di tengah perjalanan, Abral melarikan diri. Kemudian prajurit TNI mengeluarkan tembakan peringatan," ucapnya. Kristomei mengatakan, Abral melarikan diri dan melompat ke arah jurang. Namun saat itu aparat TNI memutuskan untuk tidak melanjutkan upaya pengejaran terhadap Abral. Penyebabnya, klaim Kristomei, adalah ancaman faktor keamanan.