TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto resmi membubarkan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar atau Satgas Saber Pungli yang dibentuk pada era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Pencabutan diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pencabutan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Satgas Saber Pungli dibentuk Jokowi pada 2016 dalam rangka upaya pemerintah memberantas praktik pungutan liar, baik di tingkat pusat maupun daerah, melalui partisipasi aktif masyarakat. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan atau Menkopolhukam saat itu, Wirant,o mengatakan satgas ini turut melibatkan peran serta masyarakat untuk melaporkan adanya pungli-pungli yang terjadi di lingkungan pelayanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Satgas ini terbuka masukan dari masyarakat, artinya terbuka pelibatan masyarakat langsung. Jadi yang mencari di mana tempat-tempat terjadi pungli tidak hanya satgas, tidak hanya unit saber pungli, tapi masyrakat diminta ikut aktif melaporkan langsung kepada satgas saber pungli,” ucap Wiranto dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, pada 21 Oktober 2016.
Secara rinci, tugas Satgas Saber Pungli dipaparkan dalam Perores Nomor 87 Tahun 2016, yakni melaksanakan pemberantasan pungli secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Dalam melaksanakan tugas, satgas ini menyelenggarakan fungsi intelijen, pencegahan, penindakan, dan yustisi.
Sementara itu, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Satgas Saber Pungli mempunyai wewenang membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungli; melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi; mengoordinasikan, serta merencanakan, dan melaksanakan operasi pemberantasan pungutan liar.
Selain itu, melakukan operasi tangkap tangan; dan memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas unit Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayanan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah daerah; melaksanakan evaluasi kegiatan pemberantasan pungutan liar.
Oce Madril, dosen Fakultas Hukum UGM dan mantan Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi UGM, dalam artikelnya di Tempo pada 2017, mengungkapkan kinerja Satgas Saber Pungli terbilang memuaskan dalam satu tahun sejak dibentuk. Di tahun pertamanya, satgas tersebut telah melakukan 41 operasi tangkap tangan bukan hanya dalam kasus kecil, tapi juga yang berskala besar.
Tercatat puluhan aparat pemerintah yang diproses hukum setelah dilaporkan pungli. Jumlah pengaduan masyarakat yang diterima pun amat tinggi, mencapai 17.600. Terbanyak adalah laporan pungli dalam pelayanan publik berupa pengurusan administrasi perizinan, pembuatan surat dan sertifikat, hingga pengurusan paspor.
Di tahun pertamanya, tim ini juga berhasil menangkap pelaku mafia hukum, yakni seorang perwira menengah polisi yang diduga menerima suap terkait dengan pengusutan sebuah perkara di kepolisian dan seorang jaksa di Jawa Timur yang diduga menerima suap atas perkara yang ditanganinya.
Pada 2020, Menkopolhukam saat itu, Mahfud Md, mengatakan Satgas Saber Pungli dulunya dibentuk oleh Jokowi untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi di sektor birokrasi dalam bentuk kecil-kecil. Karena itu, kata dia, tujuan dari Saber Pungli lebih banyak dalam upaya pencegahan di birokrasi pemerintahan. Menurut dia banyak sektor pelayanan publik yang terjadi pungli seperti pertanahan, perpajakan, dan kepolisian.
“Biasanya kecil-kecil saja, orang ngurus surat yang ingin duluan bayar sekian, yang tidak bayar suratnya tidak dilayani. Oleh sebab itu timnya gabungan, yang disasar itu birokrasi,” kata Mahfud.Mahfud dalam keterangan tertulis yang diunggah di laman resmi Polkam.go.id pada 21 April 2020.
Namun, dalam perjalanannya, ujar Mahfud, Satgas Saber Pungli menemukan kasus besar hingga mencapai miliaran rupiah. Dia berujar, dalam keadaan seperti itu perlu terdapat pejabat penegak hukum seperti Inspektur Pengawasan Umum, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, dan Kejaksaan. Bila diperlukan tindakan hukum pro yustisia atau pidana karena korupsi, ujar Mahfud, ada orang yang secara yuridis punya kewenangan melakukan penindakan bahkan operasi tangkap tangan.
“Karena yang besar-besar sudah ada KPK, Kepolisian dan Kejaksaan untuk korupsi. Kalau ini yang kita bayangkan pelayanan di birokrasi yang kecil-kecil tapi banyak sekali, mengganggu kelancaran tugas-tugas birokrasi dan menimbulkan ketidakadilan,” ujar Mahfud.
Karena itu, saat itu, ia menunjuk lima tenaga ahli untuk bergabung dalam Satgas Saber Pungli. Kelimanya merupakan pakar yang berasal dari Perguruan Tinggi di Indonesia. Lima tenaga ahli yang baru itu adalah Suparman Marzuki dari Universitas Islam Indonesia, Rhenald Kasali dan Imam B Prasodjo juga dari Universitas Indonesia, Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, dan Feri Amsyari dari Universitas Andalas.
Dikutip dari Antara, pada 2021, sejak dibentuk pada 2016, Satgas Saber Pungli dilaporkan telah menangani sekitar 36.000 kasus pungli. Dari jumlah tersebut, sekitar 22.000 kasus di antaranya telah ditindaklanjuti. Kasus-kasus tersebut berasal dari daerah maupun pusat, di mana yang paling banyak terdapat di Jawa Barat disusul Jawa Timur dan Sumatera Utara. “Jawa Tengah kalau enggak salah nomor tujuh. Nomor satu Jawa Barat, tertinggi,” kata Sekretaris Satgas Saber Pungli saat itu, Inspektur Jenderal Polisi Widiyanto Poesoko.
Menurut dia, operasi tangkap tangan (OTT) yang telah dilakukan oleh Satgas Saber Pungli pada periode 2016-2021 sekitar 17.000 kali dengan jumlah tersangka sekitar 22.000 orang, sedangkan yang sudah sampai vonis pengadilan sekitar 8.000 orang. Kendati demikian, dia mengatakan penindakan yang dilakukan oleh Satgas Saber Pungli tidak semuanya sampai ke pengadilan dengan mempertimbangkan besaran barang bukti dan biaya penyidikan.
Pada pengujung 2022, Kepala Saber Pungli yang juga Inspektur Pengawasan Umum Mabes Polri, Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto, mengatakan sebanyak 14 provinsi telah terbebas dari pungli. Ia mengungkapkan hasil tersebut berdasarkan evaluasi pembentukan tim Saber Pungli untuk menciptakan pelayanan publik yang bersih dari pungutan liar.
“Kami laporkan hingga saat ini Unit Pemberantasan Pungutan (UPP) Provinsi telah menetapkan sebagai kota bebas pungli sebanyak 14 provinsi dengan total keseluruhan sebanyak 23 kabupaten atau kota,” ujar Agung.
Menurut Agung, sejak dibentuk, tim Saber Pungli telah menerima banyak laporan dari masyarakat. Ia mengungkapkan sebanyak 38 ribu pengaduan pungli telah diterima sejak 2016 hingga tahun 2022. “Kemudian sejak dibentuk Satgas Saber Pungli pada tanggal 28 Oktober 2016, hingga 30 November 2022 telah menerima sebanyak 38.079 laporan atau aduan masyarakat,” ujar Agung.
Pada 2024, nama Satgas Saber Pungli muncul kembali saat satuan ini menelusuri dugaan keterlibatan orang dalam atau ordal dalam kasus dugaan juru parkir (jukir) di Bandung Zoo yang menggetok tarif parkir hingga Rp 150 ribu untuk sebuah bus di kawasan wisata tersebut.
Sekretaris Kelompok Ahli Satgas Saber Pungli Jawa Barat, Irianto, mengatakan, dari video yang viral, pelaku menyebut memberi setoran kepada ‘ordal’ begitu juga dengan korban yang menyebut hal serupa. “Iya jelas itu (dugaan orang dalam) dilakukan pendalaman, sesuai dengan arahan Ketua Satgas Saber Pungli bahwa kita tidak tebang pilih. Kita tegas, terukur, sesuai dengan perundangan-undangan yang ada,” kata Irianto pada 31 Desember 2024.
Saat itu Satgas Saber Pungli juga telah meringkus jukir di Bandung Zoo yang mematok tarif hingga Rp 150 ribu untuk sebuah bus di kawasan wisata tersebut. Dia mengatakan, setelah mendapat informasi terkait perbuatan seorang jukir tersebut pihaknya langsung menindaklanjuti dan menindak secara tegas.