TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memicu potensi konflik baru antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara atau Sumut seiring diterbitkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Dekret itu mengatur bahwa 4 pulau yaitu Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang adalah milik Sumut. Padahal empat pulau tersebut sebelumnya secara administrasi merupakan bagian dari Aceh.
Keputusan itu dapat sorotan banyak pihak. Masyarakat dan pejabat Aceh ramai-ramai menyuarakan penolakan. Sejumlah pakar juga menyebut keputusan itu akan memicu perpecahan. Kini, setelah timbul polemik, pemerintah berusaha meredam kekacauan. Presiden Prabowo Subianto disebut akan turun tangan untuk mengambil alih penyelesaian masalah ini. Sejumlah pejabat juga angkat bicara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas apa kata Prabowo dan sejumlah pejabat pemerintahan?
1. Kata Mendagri Tito Karnavian
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dikecam karena dinilai membuat keputusan sepihak yang cenderung menguntungkan Sumut. Pihaknya mengatakan, persoalan status empat pulau ini sudah muncul sejak 1928. Meskipun secara geografis terletak di depan pantai Kabupaten Tapanuli Tengah, keempat pulau itu sejak lama masuk dalam wilayah administrasi Aceh.
“Dari tahun 1928 persoalan ini sudah ada. Prosesnya sangat panjang, bahkan jauh sebelum saya menjabat. Sudah berkali-kali difasilitasi rapat oleh berbagai kementerian dan lembaga,” ujar Tito Karnavian seperti dikutip Antara pada Rabu, 11 Juni 2025.
Kendati demikian, menurut Tito, setelah dilakukan penelitian oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), TNI Angkatan Laut, dan Topografi Angkatan Darat, terkait batas darat antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah, pemerintah pusat akhirnya memutuskan bahwa empat pulau tersebut berada dalam wilayah Sumut.
“Keputusan ini sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak,” katanya.
Namun, kata Tito, batas lautnya masih belum menemui titik temu. Karena tidak ada kesepakatan, kewenangan pengambilan keputusan diserahkan kepada pemerintah pusat. Tito berujar pemerintah pusat tidak memiliki kepentingan pribadi, melainkan hanya ingin menyelesaikan masalah batas wilayah secara objektif dan legal.
Setelah diprotes, Mendagri menyatakan bahwa pemerintah terbuka untuk menerima gugatan hukum terkait penetapan batas wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumut. Pemerintah, kata diw, memahami jika ada pihak yang tidak puas. Sebab itu pemerintah terbuka terhadap evaluasi atau gugatan hukum, termasuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Silakan saja,” katanya di Istana Kepresidenan, Selasa, 10 Juni 2025.
2. Tanggapan Presiden Prabowo
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan Presiden Prabowo Subianto akan mengambil alih penyelesaian sengketa batas wilayah yang melibatkan empat pulau antara Aceh dan Sumut. Hal tersebut disampaikan Dasco usai melakukan komunikasi langsung dengan Prabowo beberapa waktu lalu.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara,” kata Dasco dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 15 Juni 2025.
Dalam pernyataannya, Dasco menyebut Prabowo akan segera memberikan keputusan resmi mengenai polemik tersebut. “Pada pekan depan akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” ujarnya.
3. Kata Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra juga bersuara ihwal polemik sengketa empat pulau tersebut. Pakar hukum tata negara ini menegaskan Kepmendagri tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau bukan untuk menentukan batas wilayah.
Menurut Yusril, dalam masalah itu sebenarnya belum ada peraturan Mendagri yang mengatur tentang batas wilayah antara Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut; dengan Kabupaten Singkil, Aceh. “Yang ada itu adalah keputusan Menteri Dalam Negeri mengenai pengkodean pulau-pulau itu memang sudah ada. Jadi semua pihak harap bersabar,” kata Yusril di Depok, Jawa Barat, Ahad, 15 Juni 2025.
Menurut dia, masih terbuka kesempatan untuk mengkaji masalah ini untuk memusyawarahkan dan untuk mencari satu penyelesaian yang dianggap paling baik terhadap hal ini. Yusril mengaku telah komunikasi dengan Mendagri dan pihak lain. Dia juga mengaku dalam waktu dekat akan berkomunikasi dengan gubernur dan tokoh-tokoh Aceh.
Dia juga mengatakan, penentuan kode-kode pulau itu secara geografis lebih dekat ke Tapanuli Tengah dibandingkan Kabupaten Singkil. Namun kedekatan geografis bukan satu-satunya dasar untuk menetapkan sebuah pulau itu masuk ke dalam wilayah tertentu.
“Jadi tentu ada faktor-faktor lain, faktor-faktor sejarah, faktor-faktor budaya, faktor-faktor penempatan suku, dan lain-lain di kawasan itu yang juga harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam memutuskan pulau itu masuk ke dalam wilayah provinsi atau kabupaten atau kota yang mana,” kata dia.
4. Kata Wamendagri Bima Arya Sugiarto
Wamendagri Bima Arya Sugiarto mengatakan kementeriannya telah menemukan bukti baru untuk penyelesaian sengketa empat pulau Aceh dan Sumut. Bukti baru tersebut didapat setelah ada penelusuran dari tim Kemendagri. Novum baru ini, kata dia, penting untuk pengambilan keputusan perihal keempat pulau tersebut.
“Kami pelajari lebih dalam lagi, ada novum atau data baru yang kami peroleh,” kata Bima di kantor Kemendagri, Jakarta, setelah rapat lintas instansi bersama Sekjen Kementerian Pertahanan, Kepala Badan Informasi dan Geospasial, dan perwakilan TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Darat, hingga sejarawan pada Senin, 16 Juni 2025.
Wamendagri mengatakan Mendagri akan melapor kepada Presiden Prabowo secepatnya ihwal temuan bukti baru untuk penyelesaian sengketa empat pulau Aceh dan Sumut. Mengenai target waktu penyelesaian sengketa ini, Bima mengatakan presiden sangat memberikan perhatian dan akan mengambil keputusan dalam jangka waktu yang tidak lama. Menurut dia, Kemendagri telah mempelajari secara kronologis masalah ini.
“Karena ini rentangnya sangat panjang. Setiap momen yang menentukan itu kami telusuri lagi dokumennya,” katanya.
Adapun Bima menyebutkan masih terbuka opsi untuk merevisi Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 soal kepemilikan empat pulau di perbatasan Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. “Seperti yang juga disampaikan oleh Pak Menteri Dalam Negeri (Tito Karnavian), tidak ada keputusan yang tidak bisa diubah atau diperbaiki begitu ya,” kata Bima.