Liputan6.com, Jakarta - Pada 1925, harapan hidup rata-rata orang Amerika hanya 58 tahun. Namun para ilmuwan saat itu optimistis umur manusia bisa mencapai satu milenium.
Seabad lalu, dunia ilmu pengetahuan tengah diliputi optimisme tinggi. Penemuan-penemuan revolusioner di bidang medis membuat banyak orang yakin bahwa kematian bisa dikalahkan.
Bahkan, beberapa ilmuwan pada 1925 memprediksi bahwa suatu hari nanti manusia bisa hidup hingga 1.000 tahun. Mengutip Popular Science, Jumat (11/7/2025), pernyataan yang terdengar ambisius itu muncul di tengah kemajuan pesat dunia medis.
Misalnya saja, penemuan insulin oleh Dr. Frederick Grant Banting pada 1921, yang menyelamatkan nyawa jutaan pasien diabetes. Sebelumnya, penyakit ini membunuh lebih dari 80 persen anak-anak sebelum usia remaja.
Penemuan insulin menjadi simbol dari era optimisme ilmiah kala itu. Ilmuwan mulai memahami anatomi manusia, cara kerja penyakit, serta proses penuaan dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dari Vitamin hingga Anestesi: Ilmu Kedokteran Mengubah Dunia
Di masa itu, penemuan bakteri pada akhir abad ke-19 telah memicu lahirnya vaksin-vaksin penting. Vitamin pun mulai dikenali dan dikaitkan dengan penyakit seperti rakhitis (vitamin D), skorbut (vitamin C), dan beri-beri (vitamin B).
Sementara itu, kemajuan dalam anestesi mengubah praktik bedah menjadi lebih aman dan efektif. Di tengah euforia tersebut, seorang penulis sains dari Popular Science bernama John E. Lodge menulis sebuah prediksi mengejutkan.
Ia meyakini bahwa manusia kelak bisa hidup ratusan tahun, seperti tokoh Methuselah dalam kitab suci. Menurutnya, sains suatu hari akan menemukan cara untuk memperbaiki enzim yang rusak, mengganti organ tubuh, bahkan menghidupkan kembali "percikan vital" kehidupan.
Kini, 100 tahun setelah prediksi itu dibuat, usia manusia memang belum mencapai 1.000 tahun. Namun semangat untuk memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup tetap menyala.
Gene Editing hingga Wearable: Ilmu Panjang Umur Terus Berkembang
Kalau dulu peneliti memusatkan perhatian pada insulin dan vitamin, kini dunia sains mengembangkan teknologi seperti gene-editing, reprogramming sel, dan imunoterapi.
Beberapa miliarder bahkan bereksperimen dengan transfusi plasma darah, diet ketat, dan perangkat wearable untuk memantau kesehatan.
Saat ini, harapan hidup rata-rata di Amerika Serikat mencapai 78,4 tahun, menurut CDC. Meski belum mendekati 1.000 tahun, angka tersebut menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan seabad lalu.
Kemajuan ini bisa dilihat dari eksperimen di laboratorium. Peneliti di Singapura berhasil memperpanjang umur tikus hingga 25 persen dengan memblokir protein interleukin-11.
Sementara di Universitas Rochester, ilmuwan mentransfer gen dari tikus tanah telanjang yang hidup 10 kali lebih lama dari hewan sejenis ke tikus biasa, dan berhasil memperpanjang usia serta meningkatkan kesehatannya.
Metformin, Replikasi Sel, dan Tantangan Menuju Kehidupan 1.000 Tahun
Menariknya, tumbuhan Galega officinalis, yang dulunya digunakan sebagai obat tradisional, kini kembali jadi pusat perhatian.
Turunannya, metformin, sekarang menjadi obat utama untuk diabetes tipe 2 dan sedang diuji untuk memperlambat proses penuaan.
Obat ini juga diteliti untuk manfaat lainnya seperti penanganan radang, penyakit jantung, dan bahkan perpanjangan usia sel.
Pengetahuan soal penuaan sel sendiri sudah dimulai sejak abad ke-19. Kala itu, ahli biologi evolusi August Weismann menyatakan bahwa sel manusia memiliki batas replikasi.
Teknologi Pemrograman Ulang
Teori itu akhirnya terbukti di tahun 1960-an, dan kini dikembangkan lewat teknologi pemrograman ulang sel--konsep yang dipelopori oleh peraih Nobel, Shinya Yamanaka.
Namun, apakah semua ini berarti kita akan hidup 1.000 tahun? Belum tentu. Banyak terapi hanya berhasil di laboratorium atau pada hewan dengan siklus hidup singkat. Menerapkannya ke manusia memunculkan tantangan biologis, etis, dan sosial yang sangat besar.
Pertanyaan pun muncul: siapa yang akan mendapat akses ke terapi ini? Bagaimana struktur sosial mendukung populasi yang bisa hidup ratusan tahun? Apa dampak psikologis dari kehidupan yang nyaris tanpa batas?
Prediksi pada tahun 1925 bukan salah, hanya terlalu dini. Kini, para ilmuwan punya alat yang jauh lebih canggih dan pemahaman mendalam tentang tubuh manusia.
Tapi satu hal yang pasti: memperpanjang hidup adalah proses bertahap, rapuh, dan penuh pelajaran. Kita mungkin belum abadi, tapi hidup hari ini lebih panjang dan lebih sehat dari satu abad lalu, dan itu adalah pencapaian besar.