TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kebudayaan resmi mengajukan tempe ke UNESCO untuk masuk dalam daftar representatif Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Kemanusiaan. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut langkah ini sebagai tonggak penting dalam memperkuat identitas budaya nasional.
Tempe yang mencerminkan pengetahuan lokal, teknologi pangan tradisional, dan nilai gizi dinilai layak mendapat pengakuan global. “Masuknya Budaya Tempe dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO akan semakin memperkuat tempe sebagai warisan budaya yang harus dijaga, sekaligus mendorong kesadaran global akan nilai budaya, manfaat gizi dan kesehatan, serta keberlanjutannya,” ujar Fadli dalam pertemuan daring Culture Ministerial Meeting Indonesia-Suriname, Sabtu, 29 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah telah menyerahkan formulir pengusulan tersebut ke Sekretariat UNESCO di Paris sebelum tenggat 31 Maret 2025. Adapun usulan tersebut menjadi kali kedua Indonesia mengajukan tempe ke UNESCO setelah pernah dilakukan pada Maret 2024. Direktur Pelindungan Kebudayaan Kemendikbudristek, Judi Wajudin, menyatakan optimisme bahwa budaya tempe akan memperkaya daftar WBTB Indonesia di kancah global.
Pengakuan terhadap warisan budaya takbenda oleh UNESCO merupakan bentuk apresiasi terhadap tradisi dan ekspresi budaya yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Melalui pengakuan ini, UNESCO mendorong pelestarian budaya yang tidak berwujud, seperti praktik adat, seni pertunjukan, atau kearifan lokal, agar tetap hidup, dihormati, dan diakui secara global.
Setiap tahunnya, organisasi PBB tersebut menetapkan sejumlah budaya dari berbagai negara sebagai bagian dari Intangible Cultural Heritage, termasuk dari Indonesia.
Menurut laporan Antara, hingga 2024 tercatat 15 elemen budaya Indonesia telah masuk dalam daftar warisan takbenda UNESCO, mulai dari keris, wayang, hingga kebaya. Dua di antaranya, Reog Ponorogo dan kebaya, baru ditetapkan pada tahun itu. Pengakuan ini memperkuat posisi warisan budaya tersebut sebagai bagian dari jati diri bangsa yang harus dijaga keberlangsungannya.
Adapun daftar warisan budaya takbenda lainnya sebagai berikut.
- Keris (2008) yang merupakan senjata tradisional dengan nilai spiritual tinggi, berasal dari Jawa.
- Wayang (2008), yakni teater boneka tradisional dari Jawa dan Bali.
- Batik (2009) yang merupakan kain bermotif yang dibuat dengan teknik lilin panas.
- Pendidikan dan Pelatihan Batik (2009), yaitu program pendidikan batik di berbagai jenjang sekolah.
- Angklung (2010), yakni alat musik dari bambu yang dimainkan secara kolektif.
- Tari Saman (2011) merupakan tarian khas Gayo, Aceh yang sarat nilai kebersamaan.
- Noken Papua (2012) yang merupakan tas serbaguna hasil kerajinan masyarakat Papua.
- Tiga Genre Tari Bali (2015) sebagai tarian sakral, semi sakral, dan hiburan.
- Pinisi (2017), yaitu kriya pembuatan perahu tradisional dari Sulawesi Selatan.
- Pencak Silat (2019), yakni seni bela diri yang juga menjunjung nilai sosial dan spiritual.
- Pantun (2020), yaitu puisi Melayu berima a-b-a-b yang sarat nilai moral.
- Gamelan (2021) sebagai orkestra tradisional dengan alat perkusi khas Jawa dan Bali.
- Budaya Jamu (2023) sebagai tradisi pengobatan herbal turun-temurun.
- Reog Ponorogo (2024) yang merupakan Pertunjukan seni dari Jawa Timur dengan elemen teatrikal dan simbolik.
- Kebaya (2024), yaitu pakaian tradisional yang menjadi simbol identitas perempuan Indonesia.
Upaya Indonesia terhadap pengakuan warisan budaya takbenda tidak hanya berhenti sampai di situ. Sejumlah budaya lain seperti tempe, kolintang, balafon, dan tenun tradisional telah diajukan untuk mendapat pengakuan serupa. Prosesnya memerlukan dokumentasi dan diplomasi budaya yang panjang, seperti yang dilakukan terhadap Reog Ponorogo.
Hanin Marwah dan Novita Andrian berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengapa Rumah Subsidi 18 Meter Persegi Tidak Layak