TEMPO.CO, Yogyakarta - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN Nugroho Sulistyo Budi menyoroti soal teror bom terhadap pesawat Saudia Airlines yang membawa jemaah haji Indonesia dari Jeddah menuju ke Jakarta dan Surabaya pada pertengahan Juni lalu.
Nugroho menuturkan ancaman bom itu sebenarnya dapat mudah dilacak asalnya. "Soal (ancaman bom) itu kan tidak melalui jaringan IP (internet protocol), tapi by call, itu ternyata mudah sebetulnya kalau kita mengindikasi ancaman seperti itu," kata Nugroho di sela pertemuan dengan Gubernur DIY Sri Sultan HB X di Yogyakarta, Senin 30 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, pesawat Saudia Airlines dengan kode penerbangan SVA5688 menerima ancaman bom melalui email.
Nugroho menuturkan, dengan bentuk ancaman itu, artinya penebar teror tidak menggunakan jaringan umum dalam komunikasi terbuka di internet. Hal ini membuat sistem pemantauan siber lebih mudah mendeteksinya.
"Pernah tidak, ada kejadian peledakan bom, yang sudah kejadian, yang kasih tahu sebelumnya?" kata dia.
Meski demikian, Nugroho mengatakan pihaknya tetap melakukan pengawasan semua bentuk ancaman. "Kami harus tetap waspadai semua. Kita zero tolerance terhadap kemungkinan ancaman, mungkin dari pihak kepolisian yang akan menjelaskan lebih lanjut," kata dia.
Menurut Nugroho, BSSN akan turut membantu jika dari pihak kepolisian membutuhkan pasokan data dan informasi soal kejadian itu. "Kami akan bantu sesuai perannya, bidang fungsi dan tugas kami," kata dia.
Pesawat Saudia Airlines dengan nomor penerbangan SV-5726, yang mengangkut 442 jemaah haji dari Kloter 12 Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS), menerima ancaman bom saat dalam penerbangan dari Jeddah, Arab Saudi menuju Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Selasa 17 Juni 2025.
Polda Sumatera Utara menyebut bahwa pesan ancaman bom yang diterima oleh pilot Saudi Airlines mengandung unsur ideologi serta memiliki nuansa teror yang diduga terafiliasi secara transnasional.
Dalam pesan tersebut disebutkan adanya rencana peledakan dengan menggunakan bom pipa dan alat peledak improvisasi (IED).
Akibat ancaman tersebut, pesawat dialihkan untuk mendarat darurat di Bandara Kualanamu, Medan, Sumatera Utara, guna menjalani prosedur keamanan sesuai protokol keselamatan penerbangan.
Nugroho menuturkan dalam pertemuan dengan Gubernur DIY hari ini, salah satu isi pertemuan juga menyoroti soal tantangan pengembangan keamanan siber ke depan.
"Ke depan, sistem itu makin terintegrasi. Pemerintah sudah menggariskan satu data sosial dan ekonomi. Kemudian juga ada pusat data nasional, di mana aplikasi dari berbagai macam kelembagaan itu akan terintegrasi jadi satu," kata dia.
Saat ini, kata Nugroho, dengan adanya silo-silo atau cluster-cluster dalam pelayanan pengamanan ini, mungkin ancaman tidak terlalu terasa. Sebab ketika satu sektor terkena, yang lain tidak terdampak.
"Tapi kalau semua sistem sudah terintegrasi, satu kena, yang lain akan kena. Jadi kalau kita tidak hati-hati, itu akan menjadikan masalah," kata dia.