PRESIDEN Prabowo Subianto mendukung pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana sebagai upaya menindak koruptor dan menyelamatkan kekayaan negara. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan Prabowo telah membahas RUU Perampasan Aset dengan para ketua umum partai politik.
Menurut dia, RUU ini menjadi salah satu fokus perhatian presiden sejak awal pemerintahannya. “Presiden sudah sampaikan bahwa Presiden sudah berkomunikasi dengan ketua umum partai politik,” ujar Supratman saat ditemui di kantornya pada Rabu, 4 Juni 2025.
Sejumlah kalangan menyatakan RUU Perampasan Aset sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk menutup celah kejahatan ekonomi karena menggunakan pendekatan non-conviction based asset forfeiture (NCBAF) atau aset bisa dirampas meski belum ada putusan pidana, selama bisa dibuktikan itu hasil kejahatan.
Namun DPR menyatakan belum akan membahas RUU tersebut dalam waktu dekat. RUU yang digagas pertama kali oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2008 itu masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029, tetapi tidak masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.
Anggota DPR: Tak Sulit Jadikan RUU Perampasan Aset sebagai Prioritas
Meski demikian, Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan tidak akan sulit menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai RUU prioritas tahunan.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan DPR memiliki mekanisme bahwa suatu RUU yang sebelumnya tidak masuk dalam prioritas tahunan bisa menjadi prioritas jika disetujui fraksi-fraksi dan diputuskan dalam rapat paripurna.
Saat ini, kata dia, RUU Perampasan Aset belum masuk prioritas 2025 karena termasuk dalam RUU jangka menengah. “Itu dimasukkan dalam program legislasi lima tahunan, tapi itu bukan berarti istilahnya diabaikan,” kata Nasir dalam diskusi daring yang dipantau dari Jakarta pada Kamis, 12 Juni 2025, seperti dikutip dari Antara.
Di sisi lain, dia menjelaskan Komisi III DPR sedang menyusun revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP. Dia mengatakan RUU KUHAP merupakan landasan dalam dalam setiap penegakan hukum.
Dengan perbaikan KUHAP, dia ingin agar tidak ada “guncangan-guncangan” dalam aktivitas penegakan hukum, termasuk dalam penerapan UU Perampasan Aset nantinya.
Legislator asal Aceh itu mengatakan KUHAP baru akan menjadi acuan terhadap acara pidana yang mencari kebenaran materiel. Selain itu, kata dia, proses pidana juga harus dilakukan secara tepat.
“Karena itu dalam konteks DPR, kami memang sedang menyelesaikan Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan kami juga sedang mendiskusikan dengan beberapa pihak terkait dengan (RUU) Perampasan Aset,” katanya.
Nasir menambahkan Prabowo juga telah memberikan komitmen yang jelas untuk RUU Perampasan Aset. Karena itu, dia mengatakan RUU Perampasan Aset harus berjalan dengan norma-norma yang ada. “Jadi tidak boleh juga grasah-grusuh, bukan berarti kita ingin melambat-lambatkan,” ujarnya.
UU Perampasan Aset Perlu Diiringi Integritas Aparat
Nasir menyebutkan UU Perampasan Aset yang akan dibuat harus diiringi dengan pengondisian atau peningkatan akuntabilitas, integritas, dan kompetensi dari para aparat penegak hukum.
Dia tak menampik nilai-nilai tersebut terdengar klise, tetapi hal itulah yang kini menjadi permasalahan dalam urusan penegakan hukum di Indonesia. Sebab, kata dia, ‘bangunan hukum’ tersebut relatif terbatas, bahkan tertutup bagi masyarakat luas.
“Sehingga dibutuhkan akuntabilitas. Kalau tidak, terjadi kesewenang-wenangan dalam penegakan hukum itu sendiri,” kata Nasir.
Dalam penyusunan RUU Perampasan Aset, menurut dia, seluruh pihak perlu mendorong penyelenggara negara memastikan orang-orang yang bekerja di institusi penegak hukum memiliki kompetensi. Sebab, dia menilai penerapan UU itu nantinya akan menyangkut nasib dan masa depan seseorang.
Menurut dia, peningkatan integritas juga harus dilakukan mulai dari tingkat penyidik hingga para hakim. Mereka harus sangat berhati-hati jika menuntut atau merampas aset, karena harta benda yang dimiliki oleh seseorang juga dijamin oleh konstitusi.
Apalagi, masyarakat cenderung khawatir dan menghindar berurusan dengan hukum walaupun hanya menjadi saksi. Bahkan, kata dia, tak sedikit orang yang melihat kecelakaan lalu lintas di jalanan pun enggan menjadi saksi karena merasa khawatir jika berurusan dengan penegak hukum.
“Seandainya hukum acara pidana yang selama ini kita praktikkan dijalankan secara jujur dan tepat, mungkin kita tidak akan banyak mendengar kehebohan-kehebohan dalam dunia penegakan hukum kita," katanya.
Prabowo Sudah Berkomunikasi dengan Ketua Umum Parpol
Adapun Menteri Hukum mengatakan Prabowo telah membahas RUU Perampasan Aset dengan para ketua umum partai politik. Menurut dia, RUU ini menjadi salah satu fokus perhatian presiden sejak awal pemerintahannya.
Senada dengan Prabowo, Supratman menginginkan agar RUU itu segera disahkan. Karena itu, dia tidak mempermasalahkan pihak mana yang menginisiasi perubahan daftar RUU dalam Prolegnas 2025-2029. Menurutnya, tidak menjadi soal apakah perubahan Prolegnas diusulkan oleh pemerintah atau diambil alih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Yang penting undang-undangnya jadi,” ujarnya.
Dia sebelumnya mengatakan pengesahan RUU Perampasan Aset merupakan bagian dari proses politik. Karena itu, diperlukan lobi politik agar pembahasan RUU tersebut dapat berjalan lancar.
Sembari menunggu proses politik itu, Supratman telah meminta Direktur Jenderal Perundang-Undangan Kemenkum Dhahana Putra berkomunikasi dengan Badan Legislasi DPR dan Badan Urusan Undang-Undang (BUU) DPD untuk menyusun prolegnas perubahan tersebut.
RUU Perampasan Aset telah masuk dalam prolegnas prioritas pada 2023 dan 2024, tetapi RUU ini tak kunjung disahkan. Pada 2025, RUU ini justru gagal masuk ke dalam prolegnas prioritas.
Oyuk Ivani Siagian, M. Rizki Yusrial, dan Antara berkontribusi dalam artikel ini.
Pilihan editor: Kontroversi Izin Tambang Nikel di Raja Ampat