Ujaran Kebencian Berbasis Agama Paling Menyulut Konflik

1 month ago 28
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan ujaran kebencian berbasis agama paling mampu menyulut konflik dan keretakan dalam masyarakat global yang majemuk termasuk di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan tersebut disampaikan Nasaruddin saat Webinar Internasional Seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diadakan oleh Kementerian Agama, Voice of Istiqlal, Nasaruddin Umar Office, dan Institut Leimena, dalam rangka Hari Internasional untuk Melawan Ujaran Kebencian pada Selasa, 17 Juni 2025. Webinar itu diikuti lebih dari 2.900 peserta dari sekitar 14 negara dan lebih dari 400 kota.

“Kita harus mewaspadai ujaran kebencian bertemakan agama, religious hate speech, karena sangat besar dampaknya, seperti alang-alang yang disiram dengan bensin,” kata Nasaruddin Umar yang hadir sebagai pembicara kunci dalam webinar tersebut, dikutip dari keterangan tertulisnya pada Rabu, 18 Juni 2025.

Nasaruddin menegaskan eskalasi ujaran kebencian berbasis agama sangat cepat dan berdampak luas. Dia mengingatkan pentingnya kematangan psikologis dan spiritual seseorang dalam beragama agar tidak mudah melakukan provokasi agama.

“Kalau kita mencintai negeri ini, mencintai perdamaian, mencintai dunia dan kemanusiaan, mari kita mengerem mulut kita," ucapnya. “Mari kita mengerem jari jemari tangan kita agar tidak mudah menyebarkan ujaran kebencian atau meneruskan pesan-pesan yang bertemakan kebencian.”

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan ujaran kebencian telah menjadi persoalan serius yang mengancam harmoni sosial dan keberagaman dalam dunia global.

Hari Internasional untuk Melawan Ujaran Kebencian, yang ditetapkan oleh keputusan Majelis Umum PBB tahun 2021 dalam resolusi berjudul “Mempromosikan dialog dan toleransi antaragama dan antarbudaya dalam melawan ujaran kebencian”, menyoroti kekhawatiran global dalam penyebaran ujaran kebencian, disinformasi, dan misinformasi.

Matius menjelaskan misinformasi adalah informasi palsu atau tidak akurat, terlepas dari niat di balik penyebarannya. Sedangkan disinformasi adalah informasi palsu yang sengaja disebarluaskan untuk menyesatkan.

Menurut Matius, disinformasi dan misinformasi adalah api pemantik sekaligus bensin dari ujaran kebencian. Sehingga orang perlu sangat berhati-hati.

“Jangan pula dikira kalau kita masyarakat yang religius, taat beragama, maka akan sulit terjerumus ke dalam hal ini. Justru kita harus ekstra hati-hati karena disinformasi dan misinformasi yang diberi embel-embel agama bisa dengan mudah membakar emosi, melenyapkan akal sehat, dan melepaskan berbagai ujaran kebencian,” kata Matius.

Matius mengatakan pendekatan literasi keagamaan lintas budaya (LKLB), yang berfokus kepada penguatan kompetensi dan keterampilan untuk membangun relasi dan kolaborasi lintas agama, menjadi sangat esensial untuk melawan ujaran kebencian berbasis agama. Tiga kompetensi dalam LKLB yaitu pribadi, komparatif, dan kolaboratif akan menumbuhkan rasa saling percaya sebagai modal sosial masyarakat majemuk.

“Sejak tahun 2021, bekerja sama dengan Masjid Istiqlal, dan berbagai lembaga lain, kami di Institut Leimena mengembangkan program LKLB untuk para guru dan pendidik yang jumlah alumninya telah mencapai 10.000 orang tersebar di 38 provinsi di Indonesia,” ujar Matius.

Sementara itu, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag Muhammad Adib Abdushomad mengatakan Menag Nasaruddin menjadikan kerukunan dan cinta kemanusiaan sebagai prioritas pertama Kemenag melalui Asta Program Prioritas (Asta Protas). Salah satu implementasinya adalah kurikulum berbasis cinta (KBC), yang dalam PKUB secara khusus menjadi KBC Lintas Agama.

Sementara itu Senior Fellow Comparative Religion di Jackson School of International Studies University of Washington, Chris Seiple, mengatakan diskusi tentang ujaran kebencian berbasis agama harus dilihat dari sisi tanggung jawab keimanan dalam menafsirkan orang lain yang berbeda. Dalam LKLB, kata dia, seseorang diajarkan kompetensi pribadi, yaitu belajar tentang keyakinan sendiri agar bisa berinteraksi dengan orang lain yang berbeda agama. 

“Sebagaimana Kurikulum Cinta, pendekatan LKLB juga mempunyai akronim ‘LOVE’ yaitu listen, observe, verify, dan engange. Artinya, bagaimana kita mendengar dan mengobservasi dengan hati, memverifikasi dengan otak atau akal kita, dan berinteraksi, mengulurkan tangan untuk bekerja sama,” kata Seiple.

Seiple, mengutip sebuah ungkapan, bahwa hanya yang terbaik dari iman kita yang bisa mengatasi hal terburuk dari agama kita. Banyak tradisi memupuk kebencian demi agama, namun ia mengatakan keimanan adalah sikap rendah hati di depan Tuhan, sehingga dalam konteks tersebut, kompetensi pribadi dalam LKLB berperan mengalahkan kebencian.

Direktur Eksekutif ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) Yuyun Wahyuningrum mengatakan ujaran kebencian bukan hanya masalah digital, namun juga masalah moral. Menurut Yuyun, perkataan yang mendorong kebencian bukan lagi hal tersembunyi, tetapi sudah membanjiri lini masa masyarakat dengan menargetkan orang-orang karena siapa mereka, apa yang mereka yakini, atau siapa yang mereka cintai.

Yuyun menilai kebencian di dunia maya tidak bersifat virtual. Kebencian tidak hanya terlihat di layar karena bisa berubah menjadi ancaman, serangan, pembungkaman, dan terkadang, berubah menjadi kekerasan. Ia mencontohkan bagaimana unggahan di media sosial turut memicu kekerasan kepada Rohingya di Myanmar. Di negara seperti Indonesia, Thailand, Filipina, juga memuncak disinformasi selama pemilu yang menjadikan kaum minoritas dan politisi perempuan sebagai kambing hitam.

“Apa yang kita hadapi bukan hanya krisis dari konten yang merusak. Tapi krisis dari tata kelola, etika, dan kemauan politik,” ucap Yuyun.

Sementara Mantan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Kebebasan Beragama Internasional, Rashad Hussein, mengatakan pendekatan kriminalisasi terhadap ujaran kebencian justru sering menjadi bumerang karena menarik perhatian lebih besar kepada pelakunya. Ia mengatakan Amerika Serikat mendorong pendekatan yang menyasar akar masalah melalui peningkatan pendidikan dan kesadaran media. Selain itu, AS menerapkan pendekatan hukum atas kekerasan fisik terhadap sasaran ujaran kebencian. 

“Ini sejalan dengan strategi nasional AS dalam mengatasi Islamofobia, yang berfokus pada edukasi, penguatan hukum anti-diskriminasi, dan pemberdayaan suara kelompok minoritas,” kata Hussein.

Kepala Satgas Dialog Kebudayaan dan Agama Kementerian Luar Negeri Republik Austria, Alexander Rieger, menyampaikan sejumlah strategi yang dijalankan negaranya dalam melawan ujaran kebencian. Salah satunya, pada 2012, mendirikan platform untuk kolaborasi, yang mempertemukan 16 komunitas keagamaan.

Rieger menjelaskan bahwa kolaborasi itu tidak simbolik belaka, tetapi menyasar persoalan-persoalan genting di Austria termasuk antisemitisme, Islamofobia, xenophobia, dan kebencian.

Read Entire Article