TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Borobudur Faisal Santiago mengatakan proses pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI sudah sesuai prosedur pembentukan undang-undang.
Faisal yang menjadi saksi ahli DPR dalam lanjutan sidang gugatan uji materil UU TNI itu menyatakan tak ada kekeliruan dalam pembentukan aturan itu. Sehingga, kata dia, undang-undang tersebut sudah sah secara hukum. “Maka jelaslah tidak ada satu pun bukti substantif yang menunjukkan bahwa adanya cacat hukum yang dapat mendelegitimasi undang-undang," ujar dia ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Senin, 21 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Faisal, dalil pemohon yang mengklaim ketidaksesuaian adalah pandangan yang tidak didasarkan pada fakta-fakta sebenarnya dan pandangan komprehensif terhadap norma pembentukan undang-undang.
Menurutnya, proses legislasi UU TNI sudah berjalan sesuai dengan prinsip konstitusional. Selain itu kata dia, UU TNI sudah melibatkan partisipasi publik yang bermakna serta mengedepankan prinsip akuntabel dan transparan.
“Oleh karena itu, dengan segala hormat memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi untuk menyatakan bahwa, permohonan pengajuan formiil yang diajukan oleh para pemohon tidak memiliki dasar hukum yang kuat, UU TNI merupakan UU yang sah karena telah dibentuk dengan akuntabel dan transparan”, tegasnya.
Gugatan terhadap UU TNI ini diajukan oleh berbagai kampus dan koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan dengan nomor perkara 45, 56, 69, 75, 81/PUU-XXIII/2025. Para pemohon mempersoalkan proses pembentukan UU TNI yang dianggap melanggar sejumlah asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Asas yang dipersoalkan mencakup kejelasan tujuan, kelembagaan yang tepat, kesesuaian jenis dan hierarki, asas pelaksanaan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, serta asas keterbukaan. Dalam petitumnya, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan pembentukan UU 3/2025 tidak sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, dan agar UU 34/2004 tentang TNI diberlakukan kembali.
Sejak disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 21 Maret 2025 lalu, UU TNI menjadi produk hukum yang paling banyak digugat ke MK. Tercatat, 11 gugatan dilayangkan oleh mahasiswa dan masyarakat sipil.
Dari 11 gugatan itu, 5 gugatan berlanjut pada sidang lanjutan, 5 gugatan ditolak Mahkamah, dan 1 gugatan yang diajukan mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya dicabut oleh pemohon.