Liputan6.com, Jakarta - CEO Meta, Mark Zuckerberg, kembali membuat pernyataan menarik soal masa depan kecerdasan buatan (AI).
Ia menegaskan bahwa perangkat seperti kacamata pintar akan menjadi bentuk ideal untuk berinteraksi dengan AI dalam kehidupan sehari-hari.
Mengutip TechCrunch, Senin (4/8/2025), Zuckerberg menyampaikan pandangannya dalam sesi pemaparan laporan keuangan kuartal kedua Meta kepada para investor.
“Saya tetap percaya bahwa kacamata akan menjadi bentuk terbaik untuk AI, karena dapat melihat apa yang Anda lihat, mendengar apa yang Anda dengar, dan berbicara kepada Anda,” ungkap Zuckerberg dalam pemaparan tersebut.
Ia menambahkan kehadiran layar pada kacamata pintar akan membuka lebih banyak potensi, baik melalui teknologi seperti tampilan holografik yang luas pada kacamata AR Orion generasi selanjutnya, maupun versi lebih sederhana yang dirancang untuk pemakaian harian.
Menurut Zuckerberg, ke depan orang yang tidak memiliki akses ke kacamata AI mungkin akan tertinggal secara kognitif dibandingkan mereka yang menggunakannya.
Smart Glasses Meta: Laris Manis, Tapi Risetnya Mahal
Meta kini semakin serius mengembangkan kacamata pintar, seperti Ray-Ban Meta dan Oakley Meta.
Produk ini memungkinkan pengguna mendengarkan musik, memotret, merekam video, hingga mengajukan pertanyaan kepada Meta AI, termasuk menanyakan hal-hal yang sedang mereka lihat.
Tak disangka, lini kacamata pintar Meta justru menjadi salah satu produk wearable yang laku di pasaran.
Perusahaan optik global EssilorLuxottica menyebut penjualan Ray-Ban Meta tumbuh lebih dari tiga kali lipat secara tahunan.
Meski begitu, riset dan pengembangan di divisi Reality Labs yang menangani proyek ini belum menunjukkan keuntungan. Pada kuartal kedua 2025 saja, unit tersebut mencatat kerugian operasional sebesar USD 4,53 miliar. Sejak 2020, total kerugiannya nyaris menembus USD 70 miliar.
Namun, Zuckerberg tetap optimistis. Ia mengatakan bahwa Reality Labs selama 5–10 tahun terakhir telah menjadi pusat riset berbagai teknologi baru yang akan menopang masa depan AI dan metaverse.
Persaingan Kacamata AI dan Bentuk Wearable Lain
Walaupun Meta tampak percaya bahwa kacamata pintar adalah masa depan interaksi AI, tidak sedikit pihak lain yang menjajaki bentuk perangkat alternatif.
OpenAI, misalnya, baru saja mengakuisisi startup milik mantan desainer Apple, Jony Ive, senilai USD 6,5 miliar untuk merancang perangkat AI konsumen generasi baru.
Di sisi lain, beberapa startup memilih bentuk wearable unik seperti pin AI (yang gagal di pasaran seperti Humane) atau liontin pintar (seperti Limitless dan Friend).
Namun, Zuckerberg punya alasan kenapa kacamata menjadi pilihan utama.
Ia menyebut bahwa kacamata adalah aksesori umum yang sudah digunakan banyak orang dan lebih dapat diterima secara sosial ketimbang bentuk wearable lain.
Kacamata AI sebagai Jembatan Fisik dan Digital
Zuckerberg menekankan kacamata pintar berbasis AI akan menjadi jembatan ideal antara dunia fisik dan digital.
Menurutnya, perangkat ini bukan hanya alat bantu, tetapi akan menjadi bagian penting dalam cara manusia berinteraksi dengan lingkungan dan teknologi.
“Hal keren dari kacamata adalah mereka akan menjadi cara ideal untuk menyatukan dunia fisik dan digital,” ujar Zuckerberg.
Pandangan ini sejalan dengan visi besar Meta terhadap metaverse, sebuah dunia virtual yang terhubung secara real-time dengan dunia nyata melalui perangkat imersif.
AI disebut akan mempercepat penggabungan kedua dunia tersebut, dan kacamata pintar diposisikan sebagai pintu masuk utama menuju era itu.
Zuckerberg meyakini bahwa seiring berkembangnya AI dan meningkatnya adopsi perangkat wearable di masyarakat, kacamata pintar bukan hanya akan menjadi tren teknologi sesaat, melainkan kebutuhan esensial (mendasar) di masa depan.
Dalam beberapa tahun mendatang, memiliki perangkat seperti ini mungkin akan setara pentingnya dengan memiliki ponsel saat ini, terutama bagi mereka yang ingin tetap kompetitif dan terkoneksi di era digital yang makin canggih.