INFO NASIONAL - Warga Desa Wisata Pulau Namu di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, berupaya mempertahankan geliat pariwisata. Siapa pun yang datang ke sana tentu ingin melihat lautnya yang berkelir hijau toska, terumbu karang, dan warna-warni biota laut yang tampak jelas dari permukaan. Kawanan lumba-lumba sesekali terlihat dari bibir pantai dengan pasir putih menghampar.
Pulau ini juga menjadi habitat fauna endemik, terdapat air terjun berundak di sebelah utara pantai, serta hutan konservasi. Semua keindahan itu harus dipertahankan di tengah gempuran tambang nikel yang mulai marak. Pembukaan kawasan hutan dan aktivitas perusahaan tambang dikhawatirkan merusak kelestarian alam, khususnya kawasan wisata Namu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Namu, Muhammad Dong mengatakan, penduduk desa kompak menjaga lingkungan untuk keberlanjutan pariwisata. Di dalam satu kawasan Desa Namu tersedia sejumlah spot wisata. Mulai dari pantai pasir putih, kawasan terumbu karang, area camping ground, air terjun, penangkaran penyu dan burung maleo, tempat pengamatan Anoa dataran rendah (Bubalus Depressicornis), hingga menikmati suasana alam di Bukit Osunganga.
Spot wisata Desa Namu tersebar di empat dusun yang satu sama lain berjarak sekitar 50 sampai 100 meter. “Ini semua menjadi destinasi primadona wisatawan,” katanya. Pegiat wisata Sulawesi Tenggara yang juga penggagas Desa Wisata Namu, Ahmad Nizar mengatakan, promosi wisata di Desa Namu bermula dari pembuatan film pendek untuk disaksikan warga Namu sendiri.
“Yang menarik, pada awalnya warga Desa Namu mengira keindahan alam di film itu ada di Wakatobi. Padahal itu ada di desa mereka sendiri,” ujarnya sambil tertawa. Begitu menyadari kalau “rumah” mereka memiliki magnet pariwisata yang luar biasa, warga Desa Namu mulai merawat kawasan itu dan bertekad menjadikannya sebagai desa wisata.
Wisata di Pulau Namu, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Dok. Pemprov Sulawesi Tenggara
Usaha mereka membuahkan hasil. Desa Namu ditetapkan sebagai desa wisata pada 2018 dan meraih Anugerah Desa Wisata Indonesia atau ADWI. Sejak itu, warga desa semakin terpecut untuk bergelut dalam dunia pariwisata serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Perekonomian masyarakat kian menggeliat.
Kepala Desa Namu, Nikson mengatakan desanya mulai populer dan mengalami peningkatan kunjungan wisatawan pada 2019. Sayangnya, pandemi Covid-19 mengakibatkan aktivitas wisata di desa itu mati suri selama tiga tahun. “Pada akhir 2022, kami mulai menggerakkan segala potensi dan berkolaborasi dengan praktisi dan komunitas untuk menghidupkan pariwisata,” ucap Nikson.
Contohnya, perangkat Desa Namu menggandeng Universitas Gadjah Mada agar mahasiswanya melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama dua bulan untuk mengembangkan ekowisata. Dari pengembangan itu, jumlah kunjungan wisatawan merangkak naik. Pada awal 2023, sekitar 300 pengunjung datang ke Desa Namu setiap pekan.
Warga desa antusias menyediakan berbagai akomodasi yang dibutuhkan pelancong, seperti homestay dengan tarif terjangkau sekitar Rp 200 ribu per malam, kuliner lokal, dan aneka kerajinan tangan khas Namu. Retribusi wisata Rp 10 ribu per orang yang dibagi Rp 5.000 untuk pemilik lahan dan Rp 5.000 untuk kebersihan.
Dinas Pariwisata Kabupaten Konawe Selatan terus mendorong penguatan kapasitas melalui Pokdarwis Desa Namu dengan memberikan pelatihan peningkatan sumber daya manusia (SDM) pariwisata hingga pengembangan produk UMKM lokal. “Kami menekankan pada upaya pelestarian alam dan merawat semua fasilitas yang sudah ada,” kata Mudianto, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Konawe Selatan.