TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) setingkat fakultas dan universitas menyatakan keluar dari aliansi BEM Seluruh Indonesia alias BEM SI. Keputusan tersebut bermula dari kekecewaan sejumlah pihak atas pelaksanaan Musyawarah Nasional XVIII BEM SI Kerakyatan di Padang, Sumatera Barat, pada akhir pekan lalu.
Mulanya, sederet badan eksekutif mahasiswa setingkat fakultas dan universitas yang tergabung dalam BEM SI Kerakyatan menggelar agenda tahunan mereka untuk memilih kepengurusan baru. Agenda itu dilaksanakan di Universitas Dharma Andalas, Padang, Sumatera Barat, selama tiga hari mulai 17 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panitia munas lalu menghadirkan sejumlah pejabat dan politikus, di antaranya Ketua Umum Partai Perindo, Menteri Pemuda dan Olahraga, Wakil Gubernur Sumatera Barat, Kepala Kepolisian Daerah Sumbar, dan BIN Daerah Sumbar. Sejumlah pejabat ini juga mengirimkan karangan bunga sebagai ucapan selamat atas penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Namun, kehadiran para pejabat dan politikus inilah yang kemudian memicu perdebatan. Tak hanya itu, perebutan posisi kepengurusan BEM SI Kerakyatan juga sempat membuat musyawarah berlangsung ricuh hingga menyebabkan beberapa mahasiswa terluka.
Lantaran kecewa, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa UGM menyatakan keluar dari aliansi BEM Seluruh Indonesia Kerakyatan tersebut. Ketua BEM KM UGM Tiyo Ardianto mengatakan Musyawarah Nasional BEM SI Kerakyatan seharusnya menjadi ruang strategis untuk merumuskan arah gerak mahasiswa dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
Namun, dia melihat forum itu penuh manuver politik internal. “Kehadiran elit politik dan aparat keamanan mencederai independensi gerakan mahasiswa,” kata Tiyo saat dihubungi pada Sabtu, 19 Juli 2025.
Keluarnya BEM UGM dari aliansi, menurut dia, bagian dari tanggung jawab gerakan mahasiswa untuk menjaga independensi dan mengambil jarak dengan kekuasaan. Karena kekecewaannya tersebut, BEM KM UGM akhirnya memutuskan menarik diri dari Aliansi BEM SI.
Sehari setelahnya, BEM Universitas Diponegoro juga mendeklarasikan hal serupa. Ketua BEM Undip Aufa Atha Ariq menilai kehadiran pejabat dan ucapan selamat dalam bentuk karangan bunga dari BIN Daerah Sumatera Barat tak pantas di tengah berbagai protes demonstrasi mahasiswa yang mendapatkan represi aparat di berbagai daerah. “Tak pantas. Seharusnya bahas eskalasi gerakan mahasiswa dan fokus pada solidaritas bersama,” kata Ariq dihubungi pada Ahad, 20 Juli 2025.
Setelah menggelar musyawarah dengan aliansi BEM Se-Undip, Ari mengatakan seluruh badan eksekutif mahasiswa di kampus Semarang itu sepakat bersikap tidak bergabung dengan aliansi BEM SI. “Kami enggan menjadi bagian dari kemunduran dan perpecahan gerakan,” katanya.
Belakangan, Ketua BEM Universitas Dharma Andalas, Rifaldi yang juga panitia acara membantah kehadiran pejabat dan politikus itu berdampak pada integritas mereka. Ia mengatakan panitia mengundang pejabat, politisi, polisi, BIN daerah karena mereka bagian dari forum koordinasi pimpinan daerah atau Forkominda Sumbar yang membuka seremoni acara.
Menurut dia, anggota Forkominda Sumbar ini mau tidak mau harus diundang sebagai syarat dari pengelola tempat peserta menginap di Asrama Haji. “Kami berkomitmen itu tidak ganggu independensi kami untuk mengkritik kekuasaan,” kata dia.
Rifaldi juga menyatakan bahwa karangan bunga dari BIN daerah itu datang tiba-tiba datang ke lokasi acara. “Langsung kami turunkan karena sebelumnya tidak ada informasi BIN kirim ucapan selamat," kata dia.
Merespons dua anggotanya kompak cabut, Ketua Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM SI Muzammil Ihsan menyatakan ia tak memiliki wewenang untuk memaksakan siapa pun. Menurut dia, BEM SI menghargai semua BEM yang memutuskan untuk keluar dari barisan aliansi.
Ia juga menyebut perbedaan dalam merespons sejumlah persoalan merupakan hal yang biasa dalam setiap organisasi gerakan. "Kami memahami bahwa setiap gerakan memiliki arah strategis masing-masing dalam merespons dinamika bangsa," kata dia kepada Tempo melalui aplikasi perpesanan pada Senin, 21 Juli 2025.
Kendati demikian, Muzammil mengakui bahwa keluarnya dua badan eksekutif mahasiswa dari universitas bergengsi itu menjadi bahan evaluasi bagi kepengurusannya agar lebih mengedepankan integritas dan idealisme dalam beraliansi.
Ia juga menyadari bahwa UGM dan Undip memang bagian penting dalam perjalanan panjang aliansi badan eksekutif mahasiswa seluruh Indonesia itu.
"Kiprah, kontribusi, dan peran aktif mereka pernah menjadi bagian dari denyut nadi perjuangan kolektif mahasiswa," tutur dia.