Liputan6.com, Jakarta Penghargaan Golden Boy sempat menjadi simbol masa depan cerah bagi pemain muda Eropa. Namun, tidak semua yang meraihnya berhasil bertahan di level tertinggi.
Nama-nama seperti Erling Haaland, Jude Bellingham, hingga Lamine Yamal menunjukkan bahwa harapan itu kadang jadi kenyataan. Sayangnya, ada juga yang justru tenggelam setelah bersinar sesaat.
Joao Felix salah satunya, pemain yang sempat dianggap pewaris tahta bintang top Eropa. Kini, ia sulit menemukan konsistensi dan posisinya di klub pun tak menentu.
Bakat besar saja ternyata tidak cukup untuk menjamin karier yang cemerlang. Ada banyak faktor lain yang memengaruhi keberlangsungan seorang bintang muda.
Berikut empat pemenang Golden Boy yang kariernya kini jauh dari sorotan. Siapa saja mereka?
1. Mario Balotelli
Dari seluruh pemenang Golden Boy era 2000-an, hanya Lionel Messi yang masih aktif bermain hingga 2025. Nama-nama lain seperti Sergio Aguero dan Wayne Rooney sudah pensiun atau beralih ke dunia kepelatihan.
Mario Balotelli sempat bersinar di awal 2010-an setelah bergabung dengan Manchester City. Ia mencatat momen bersejarah seperti assist untuk gol penentu gelar Aguero dan gol spektakuler melawan Jerman di Euro 2012.
Namun perjalanan kariernya penuh pasang surut, termasuk kegagalan mencetak gol dalam enam laga terakhirnya bersama Genoa. Kini di usia 34 tahun, ia kembali berstatus tanpa klub dan membuka kemungkinan kembali ke Turki.
2. Anthony Martial
Sulit dipercaya bahwa Anthony Martial kini bermain di Liga Yunani sebelum usianya menyentuh 30 tahun. Padahal, ia sempat mencuri perhatian dengan gol solo menawan saat debut di Premier League melawan Liverpool.
Selama sembilan musim bersama Manchester United, Martial mencetak total 90 gol. Ia sempat menunjukkan potensi besar, seperti saat era pandemi, tapi gagal tampil konsisten hingga akhirnya tenggelam.
Di musim debutnya bersama AEK Athens, Martial mencetak sembilan gol dari 23 penampilan. Sebuah awal yang cukup baik, tapi jauh dari ekspektasi masa mudanya dulu.
3. Renato Sanches
Secara teknis, Renato Sanches kini kembali memperkuat PSG, sang juara Eropa. Ia pulang usai menjalani dua masa pinjaman yang kurang mengesankan.
Akan tetapi, tak akan mengherankan jika ada yang menyangka Sanches kini bermain di klub tak dikenal di Qatar. Namanya memang nyaris tak terdengar dalam beberapa musim terakhir.
Meski kariernya terus berputar di level atas Eropa, performanya tidak mencerminkan hal itu. Dua kali jadi starter liga dalam dua musim terakhir menjadi bukti bahwa kariernya tak sesuai harapan.
4. Joao Felix
Joao Felix mungkin akan mengklaim dirinya sukses karena bermain bareng Cristiano Ronaldo dan mendapat bayaran tinggi. Tapi banyak yang menilai kepindahannya ke Al-Nassr di usia 25 tahun terlalu dini untuk tinggalkan panggung besar Eropa.
Terlepas dari klaim bahwa Liga Pro Saudi bisa menyaingi liga-liga top Eropa, sebagian besar pecinta sepak bola belum bisa menerimanya. Pemain dengan ambisi besar biasanya tak memilih pindah ke Timur Tengah di usia emas.
Felix sempat jadi harapan besar sejak bersinar di Benfica dan dibeli mahal oleh Atletico Madrid. Namun setelah petualangan di Chelsea, Barcelona, dan AC Milan, ia belum pernah benar-benar menjawab ekspektasi besar yang dulu disematkan padanya.