INFO NASIONAL - Warga Desa Todowongi, Kabupaten Halmahera Barat, Halto Sidarima tak menyangka dirinya bisa berhasil membuat bubuk jahe merah dan menjadi sumber pendapatan keluarganya. Sebelumnya, perempuan berusia 43 tahun ini bersama warga sekitar, sangat menggantungkan hidupnya pada hasil ladang musiman dan bekerja di perusahan tambang di wilayahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau musim gagal panen, banyak yang pilih kerja ke perusahaan tambang, jadi lahan juga banyak terbengkalai,” kata dia.
Kehidupannya berubah, setelah adanya Proyek Strengthening of Social Forestry in Indonesia (SSF) dari Kementerian Kehutanan. Halto bersama beberapa warga desanya masuk dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Singina Moi, Halmahera Barat.
“Awalnya tim pendamping datang ke kampung kami dan mengajak diskusi soal bagaimana hutan bisa jadi sumber kehidupan jika dikelola dengan benar. Sebagai orang kampung yang hidup dari alam, saya merasa program ini cocok dengan nilai-nilai yang kami pegang: hidup seimbang dengan alam,” ujarnya.
Halto bersama anggota kelompok lainnya pun diberikan pelatihan untuk membuat bubuk jahe merah. “Tadinya ragu, karena pernah gagal, tapi setelah diajarin, hasilnya bagus, warga lain yang tadinya hanya menonton pun ingin belajar juga,” kata Halto.
Dirinya pun merasa beruntung dengan adanya Proyek SSF, yang dapat mengubah cara pandang dan kehidupannya. “Kami jadi sadar bahwa menjaga hutan bukan cuma urusan pemerintah, tapi tanggung jawab bersama. Sekarang di desa kami sudah banyak lahan kritis yang telah ditanami kembali. Masyarakat juga punya tambahan pendapatan dari hasil hutan bukan kayu seperti buah-buahan, jahe, dan rotan,” ujarnya.
Halto pun berharap Proyek SSF ini bisa terus berlanjut dan tidak menjadi program sesaat. “Semoga ada dukungan dari pemerintah untuk memperkuat kelembagaan kelompok yang sudah terbentuk, saya juga berharap generasi muda mau melanjutkan ini, karena ada banyak potensi yang terdapat di desa,” kata dia.
Halto merupakan salah satu penerima manfaat dari Proyek SSF. Penerima manfaat proyek ini adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan yang menjadi area prioritas pengembangan perhutanan sosial, terutama Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) dan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Manfaat juga dirasakan oleh Penggagas Wisata Arung Jeram Desa Naga di Kabupaten Halmahera Barat, Randi Adrie Bira. Berkat Proyek SSF ini dirinya dapat mengembangkan usaha jasa lingkungan di Kawasan Hutan Desa. Sebab, hutan desa di Desa Naga, Kecamatan Ibu, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, terdapat Sungai Gaongo yang sangat potensial dijadikan area Wisata Arung Jeram. “Terima kasih untuk program SFF, hutan lestari, masyarakat sejahtera,” ujarnya dengan semangat.
Ketua KUPS Berkah Jaya, Desa Srikaton, Lampung Selatan, Maulin Choryatun, mengatakan bahwa berkat Proyek SSF banyak produk hasil hutan bukan kayu yang dihasilkannya, antara lain keripik pisang, keripik singkong, wedang jahe instan, tiwul instan, dan makanan ringan lainnya. “Alhamdulillah, kami terbantu banget dengan SSF, karena dulu kita mau memasarkan ke luar itu tidak pede karena kemasannya tidak menarik, tapi setelah ada pendampingan dari SSF kami menjadi pede untuk memasarkannya ke luar daerah kami,” ucapnya.
Ketua KTH Lanco Windu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Muhammad Firdaus, mengatakan, Indonesia memiliki sejuta potensi dan tanah yang subur belum dimanfaatkan secara optimal. Karena itu, dia melanjutkan, dirinya bersama masyarakat di pelosok yang dekat dengan pegunungan dan kaya dengan potensi air memanfaatkan tanah hutan untuk ditanami tanaman buah-buahan dan kemiri.
“Dengan adanya SSF ini kami bisa memanfaatkan lahan, untuk hutan tetap lestari dan masyarakat bisa sejahtera. Jadi ini menjadi salah satu ruang untuk masyarakat sekitar memenuhi kebutuhannya,” ujarnya. (*)