TEMPO.CO, Yogyakarta - Akademikus yang tergabung dalam Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik atau KIKA Herlambang Perdana Wiratraman mendukung sikap Badan Eksekutif Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan BEM Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah keluar dari Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan. Keluarnya BEM dua universitas ini karena kehadiran politikus, pejabat daerah, polisi, dan pejabat Badan Intelijen Negara dalam musyawarah nasional di Universitas Dharma Andalas, Padang, Sumatera Barat, pada 13–19 Juli 2025.
Anggota Dewan Pengarah KIKA itu mengapresiasi langkah BEM KM UGM dan BEM Undip yang menunjukkan sikap kritis mereka terhadap Munas BEM SI yang melibatkan pejabat negara yang tidak relevan dengan gerakan mahasiswa.
“Sikap itu mengingatkan bahwa mahasiswa merupakan gerakan sosial yang seharusnya kritis terhadap pola, relasi, dan kooptasi kekuasaan,” kata Herlambang dihubungi pada Senin, 21 Juli 2025.
Menurut dosen Fakultas Hukum UGM itu, sebagai gerakan mahasiswa BEM SI seharusnya sejak awal menyadari bahwa melibatkan pejabat di acara justru mengganggu sikap kritis gerakan mahasiswa terhadap kekuasaan. Ada potensi intervensi kekuasaan yang akan membatasi kebebasan akademik, terutama ekspresi kritis terhadap penguasa.
Herlambang merupakan dosen yang dikenal kerap membela gerakan mahasiswa yang mengalami represi saat melontarkan kritik terhadap pemerintah. Belum lama ini dia dan akademisi yang tergabung dalam KIKA mengajukan penangguhan penahanan enam mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi dalam demonstrasi Hari Buruh Internasional di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang pada Kamis, 1 Mei 2025. Penangguhan ini merupakan bentuk dukungan dan solidaritas akademisi terhadap mahasiswa.
Munas BEM SI mengundang 300 mahasiswa yang berhimpun di BEM di antaranya dari Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Universitas Udayana, Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Negeri Semarang, dan Universitas Mulawarman. Forum itu menghadirkan Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia atau Perindo, Menteri Pemuda dan Olahraga, Wakil Gubernur Sumatera Barat, Kepala Kepolisian Daerah Sumbar, dan BIN Daerah Sumbar. Para pejabat, politisi, polisi, dan anggota BIN juga terlihat datang dan berfoto bersama. Terdapat foto karangan bunga bertuliskan selamat dan sukses dari Kepala BIN daerah Sumatera Barat.
Munas berlangsung ricuh dan sejumlah mahasiswa terluka saat proses proses pemilihan pengurus. Sebelumnya, Ketua BEM KM UGM Tiyo Ardianto dan Ketua BEM Undip Aufa Atha Ariq mengatakan Musyawarah Nasional XVIII BEM SI Kerakyatan seharusnya menjadi ruang strategis untuk merumuskan arah gerak mahasiswa dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
Namun, mereka melihat forum itu penuh manuver politik internal. Keduanya mengajak seluruh elemen gerakan mahasiswa di Indonesia untuk berefleksi secara mendalam dengan memegang prinsip menjaga integritas gerakan.
Ketua BEM Universitas Dharma Andalas, Rifaldi yang juga panitia acara mengatakan panitia mengundang pejabat, politisi, polisi, BIN daerah dengan alasan mereka bagian dari forum koordinasi pimpinan daerah atau Forkominda Sumbar yang membuka seremoni acara.
Kehadiran mereka, kata dia, juga bagian dari teknis acara karena pengelola tempat menginap peserta di Asrama Haji memberikan syarat harus atas sepengetahuan Forkominda Sumbar. “Kami berkomitmen itu tidak ganggu independensi kami untuk mengkritik kekuasaan,” kata dia.
Karangan bunga dari BIN daerah itu, kata Rifaldi tiba-tiba datang ke lokasi acara. “Langsung kami turunkan karena sebelumnya tidak ada informasi BIN kirim ucapan selamat,” kata Rifaldi. Adapun, kericuhan peserta Munas menurut dia bagian dari dinamika gerakan.
Pilihan Editor: Susul UGM, BEM Undip Ikut Keluar dari BEM SI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini