TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan ada sejumlah faktor yang diduga memengaruhi peningkatan konflik di Papua. Dia mengatakan kebijakan ekonomi negara yang eksploitatif menjadi salah satu penyebab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah, kata dia, juga cenderung mengabaikan suara orang asli Papua dalam menjalankan kebijakan. "Diperburuk dengan militerisasi berbagai sektor non-pertahanan," katanya saat dihubungi, pada Jumat, 11 April 2025.
Beberapa waktu lalu, kelompok kriminal bersenjata atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyerang dan mengeksekusi mati belasan warga sipil di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. Usman menyayangkan peristiwa yang menjadikan masyarakat sipil sebagai korban itu.
"Perlindungan warga sipil adalah prinsip fundamental yang harus selalu dijunjung tinggi," ujarnya.
Menurut dia, pembunuhan kepada warga sipil secara sengaja tidak dapat diterima. Tindakan itu, katanya, telah melanggar hukum humaniter internasional dan Konvensi Jenewa.
Berdasarkan keterangan dari TPNPB-OPM, kelompoknya telah membunuh 17 warga sipil yang berprofesi sebagai pendulang emas ilegal, sejak 6 hingga 8 April. Kelompok separatis itu mengklaim bahwa korban yang dibunuh merupakan agen militer Indonesia.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan atau Kapuspen TNI Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi membantah klaim OPM. Dia mengatakan, pernyataan OPM itu sebagai propaganda untuk membenarkan aksi serangannya ke warga sipil.
"Propaganda itu merupakan bentuk manipulasi informasi untuk mencari pembenaran atas tindakan brutal mereka. OPM telah nyata-nyata melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap masyarakat sipil tak bersalah," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 April 2025.