TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar khawatir dengan angka pernikahan di Indonesia yang terus merosot. Dia cemas fenomena ini bisa menggeser nilai-nilai budaya Indonesia.
Imam Masjid Istiqlal khawatir semakin maraknya fenomena hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Ia menyoroti tren ini mirip dengan situasi di beberapa negara Barat, seperti Prancis, Amerika Serikat, dan Kanada, yang menunjukkan penurunan minat terhadap pernikahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di Prancis, biaya persalinan ditanggung dan anak diberikan beasiswa. Ini menunjukkan betapa pentingnya lembaga pernikahan,” kata Nasaruddin Umar melalui keterangan tertulis pada Ahad, 6 Juli 2025.
Namun, Nasaruddin menyadari, penurunan angka pernikahan kemungkinan disebabkan oleh masih banyaknya pasangan yang belum mencatatkan pernikahannya secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA). Ia pun mengingatkan pentingnya pencatatan pernikahan bagi masyarakat yang sudah menikah.
"Modernitas tidak seharusnya membuat masyarakat lalai terhadap pentingnya pernikahan yang sah," ujar Nasaruddin. "Jika praktik kumpul kebo terus dibiarkan, hal ini bisa berdampak buruk terhadap masa depan bangsa."
Berdasarkan data Kementerian Agama yang dirilis pada 20 Juni 2025 lalu, sebanyak 34,6 juta pasangan menikah belum terdaftar secara administrasi di KUA. Di sisi lain, angka pernikahan yang masuk ke KUA juga turun dari semula 2 juta lebih pada 2020 menjadi 1,47 juta orang saja di 2024.
Selain Indonesia, Cina juga sempat menyoroti catatan jumlah pernikahan terendah dalam empat dekade pada 2024. Di Negeri Tembok Raksasa itu tercatat hanya 6,1 juta pasangan yang menikah. Angka ini turun 20,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara tingkat perceraian justru naik 1,1 persen, menurut laporan South China Morning Post yang mengutip data dari Kementerian Urusan Sipil Cina.
“Karena sebagian besar kelahiran di Cina terjadi dalam pernikahan, penurunan besar dalam jumlah pernikahan pada 2024 menjadi sinyal kuat bahwa angka kelahiran akan terus menurun pada 2025,” ujar demografer independen He Yafu seperti dilansir oleh media tersebut.
Masalah demografi Cina semakin kompleks karena tingkat kelahiran yang terus rendah. Hal ini dipicu oleh semakin sedikitnya perempuan usia subur serta kecenderungan anak muda menunda pernikahan dan memiliki anak karena tekanan sosial dan ekonomi.
Tingkat kelahiran di Cina pada 2024 tercatat sebesar 6,77 per 1.000 penduduk, menurut Biro Statistik Nasional. Pada 2024, seperti dilansir dari Anadolu, populasi Cina tercatat sebanyak 1,4 miliar jiwa yang berarti menurun selama tiga tahun berturut-turut sejak 2021.
Negara dengan Tingkat Pernikahan Terendah
Dikutip dari statista.com, negara dengan tingkat pernikahan tahunan paling rendah tercatat di Qatar, Guyana Prancis, dan Peru. Ketiga negara ini bukan hanya menunjukkan angka pernikahan yang rendah, melainkan juga termasuk di antara negara-negara dengan tingkat perceraian terendah di dunia.
Berikut 11 negara dengan tingkat pernikahan terendah di dunia per 1.000 orang pada 2018:
- Qatar: 1,4 persen
- Guyana Prancis: 2,4 persen
- Peru: 2,5 persen
- Venezuela: 2,6 persen
- Uruguay: 2,8 persen
- Martinik: 2,8 persen
- Guadeloupe: 2,8 persen
- Argentina: 2,9 persen
- Pulau Man: 2,9 persen
- Italia: 3,2 Persen
- Luksemburg: 3,2 persen
Dede Leni Mardianti turut ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Di Balik Langkah Prabowo Mengambil Alih Sengketa 4 Pulau