TEMPO.CO, Jakarta - Pemantau percakapan di media sosial, Drone Emprit, memaparkan data mengenai Raja Ampat di X. Peneliti Drone Emprit Rizal Nova Mujahid mengatakan, sejak 1 Juni hingga 9 Juni 2025, Drone Emprit menemukan ada 20 ribu unggahan yang menyebut narasi terkait Raja Ampat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sentimen positifnya mencapai 17 persen," kata Rizal kepada Tempo, Senin, 9 Juni 2025.
Sentimen positif yang dimaksud Rizal, ialah terkait dengan unggahan akun-akun yang memberikan narasi positif terhadap kondisi di Raja Ampat. Narasi ini menjadi narasi kontra dari gerakan #saverajaampat yang menolak aktivitas penambangan nikel di lokasi tersebut.
Rizal menjelaskan, narasi positif tersebut diidentifikasi dengan memasukan kata kunci kerusakan alam di Raja Ampat adalah hoaks, serta pernyataan Gubernur Papua Barat yang menyebut air di Raja Ampat masih biru.
Sentimen positif itu, kata dia, memang masih cenderung kecil jumlahnya dari percakapan dengan sentimen negatif di X yang mencapai 80 persen.
Sentimen negatif yang dimaksud, ialah unggahan akun yang mendesak pemerintah untuk menghentikan aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat. Narasi ini digaungkan di media sosial melalui gerakan #saverajaampat.
"Tetapi, menurut kami angka 17 persen ini sudah cukup besar dalam konteks sentimen positif di media sosial," ujar Rizal.
Menurut dia, sentimen positif terkait Raja Ampat di media sosial X mulai menggema signifikan pada 7, Juni kemarin. "Belum mencapai puncaknya," katanya. Terkait akun pengunggah sentimen narasi positif Raja Ampat, Rizal mengatakan, Drone Emprit masih melakukan pendalaman secara menyeluruh.
"Apakah akun bot atau bukan, kami masih mendalaminya," ucap dia.
Adapun, sejak 5 Juni lalu tagar #saverajaampat menggema di pelbagai media sosial usai organisasi nonpemerintah Greenpeace mengunggah video yang memperlihatkan kondisi hutan di kepulauan Raja Ampat yang dipenuhi kegiatan penambangan nikel.
Video yang diunggah Greenpeace di media sosial Instagram turut menampilkan tagar #saverajaampat.
"The Last Paradise: Satu per satu keindahan alam Indonesia dirusak dan dihancurkan hanya demi kepentingan sesaat dan golongan oligarki serakah. Pemerintah harus bertanggung jawab atas kehancuran alam yang semakin hari semakin marak terjadi," sebagaimana tertulis di akun @greenpeaceid.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik membenarkan adanya aktivitas tambang di sejumlah pulau di Raja Ampat. Gambar dan video yang beredar, kata dia, sebagian besar merupakan dokumentasi aktivitas tambang yang ada di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Batang Pele.
"Penggunaan tagar #saverajaampat tentu kami sangat senang sekali bisa menjadi perhatian publik saat ini," kata Iqbal.
Sebelumnya, berdasarkan penulusuran Greenpeace ditemukan adanya aktivitas tambang di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran. Ketiga pulai ini termasuk dalam kategori pulau kecil yang tidak boleh memperoleh izin aktivitas penambangan sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.
Analisis Greenpeace menunjukkan aktivitas tambang di ketiga pulau tersebut telah menyebabkan kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami.
Dokumentasi di lapangan juga memperlihatkan adanya limpasan tanah yang mengalir ke pesisir sehingga menimbulkan sedimentasi yang membahayakan terumbu karang serta ekosistem laut.
"Wilayah Raja Ampat akan rusak bila aktivitas tambang terus dibiarkan," kata Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Global untuk Indonesia Kiki Taufik.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, ada lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terbit di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Kelima perusahaan tersebut, yaitu PT GAG Nikel; PT Anugerah Surya Pratama (ASP); PT Mulia Raymond Perkasa (MRP); PT Kawei Sejahtera Mining (KWS); dan PT Nurham.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan aktivitas penambangan PT GAG Nikel di Raja Ampat tidak berada dalam wilayah konservasi.
Ia menjelaskan bahwa lokasi tambang berada di Pulau Gag, sekitar 30 hingga 40 kilometer dari Pulau Piaynemo, yang dikenal sebagai destinasi wisata utama di Raja Ampat.
"Banyak yang bilang tambang ada di Piaynemo, itu keliru. Tambangnya di Pulau Gag, cukup jauh dari sana. Saya tahu karena saya sering ke Raja Ampat," kata Bahlil dalam keterangan tertulis, Jumat, 6 Juni 2025.
Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu mengatakan, kerusakan alam di Pulau Gag yang menjadi salah satu lokasi penambangan nikel di Raja Ampat adalah informasi yang keliru.
"Setelah turun ke sana dan lihat langsung, tenyata lautnya masih biru. Jadi foto adanya air warna coklat itu hoaks," kata Elisa, Ahad kemarin.