Liputan6.com, Jakarta - Meski kerap dianggap penyakit kuno, nyatanya malaria masih menjadi masalah kesehatan serius di banyak negara, termasuk di Kawasan Asia Pasifik. Saat ini, sekitar 1 miliar orang di wilayah ini masih berisiko terinfeksi malaria, terutama kelompok rentan di daerah-daerah tertentu.
Pekan ini, para pemimpin dan ahli kesehatan dari berbagai negara berkumpul di Nusa Dua, Bali, dalam acara 9th Asia Pacific Leaders’ Summit on Malaria Elimination. Pertemuan ini diadakan oleh Asia Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA) bersama Kementerian Kesehatan RI. Salah satu tokoh yang hadir adalah Prof. Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan.
“Saya ingat, di tahun 2013 ketika saya masih menjabat di Kemenkes, aliansi APLMA ini pertama kali dibentuk. Tujuan utamanya adalah eliminasi malaria di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2030,” ungkap Prof. Tjandra dalam catatannya dari Bali, diterima Health pada Senin (16/6).
Apa itu APLMA?
APLMA adalah aliansi yang dibentuk atas inisiatif sejumlah negara—terutama Australia—untuk menyatukan komitmen regional dalam mengakhiri malaria di kawasan Asia Pasifik. Saat ini, ada 22 negara yang tergabung, termasuk Indonesia, India, Malaysia, Vietnam, Papua Nugini, dan lainnya.
Organisasi ini berfungsi sebagai wadah kolaborasi dalam diplomasi kesehatan, advokasi teknis, dan forum tingkat tinggi untuk memastikan komitmen politik tetap kuat dalam upaya eliminasi malaria.
Fokus APLMA terbagi dalam enam pilar utama:
- Kepemimpinan
- Keberlanjutan program
- Penanganan lintas batas
- Kemitraan yang luas
- Penguatan data dan bukti ilmiah
- Inklusi masyarakat