Liputan6.com, Jakarta Parma menyambut musim 2025/2026 dengan kejutan besar di pinggir lapangan. Klub asal Emilia-Romagna ini menunjuk Carlos Cuesta sebagai pelatih kepala baru mereka. Di usia 30 tahun, Cuesta resmi menjadi pelatih termuda Serie A musim ini.
Namun, usia muda bukan berarti minim pengalaman. Cuesta telah menghabiskan lima tahun sebagai asisten Mikel Arteta di Arsenal, ikut membentuk banyak talenta muda The Gunners. Parma kini jadi panggung baru bagi Cuesta untuk unjuk gigi, bukan lagi sebagai tangan kanan, tapi sebagai nahkoda utama.
Menariknya, skuad Parma juga didominasi pemain muda. Hanya Hernani (31 tahun) dan Milan Djuric (35 tahun) yang lebih tua dari Cuesta. Dengan skenario ini, Parma dan Cuesta tampaknya ingin berjalan seirama: muda, berani, dan siap mengejutkan.
Dari Mallorca ke Serie A
Carlos Cuesta lahir di Palma de Mallorca, Spanyol, pada 29 Juli 1995, dan sejak awal memilih jalan berbeda dari pemain lain. Di usia 18 tahun, ia sudah memutuskan untuk jadi pelatih dan langsung terjun di akademi Atletico Madrid. Empat tahun bersama tim muda Atletico menjadi fondasi penting baginya.
Setelah itu, Cuesta pindah ke Italia, bergabung dengan Juventus U-17 sebagai asisten pelatih. Di bawah Francesco Pedone, ia belajar seluk-beluk sepak bola Italia dari dekat. Pengalaman inilah yang kini jadi modal saat ia kembali ke Italia bersama Parma.
Perjalanan Cuesta kemudian membawanya ke Inggris. Pada 2020, ia diboyong Mikel Arteta ke Arsenal dan menjadi bagian penting dari tim pelatih The Gunners.
Tangan Kanan Arteta yang Tak Terlihat
Selama lima tahun di Arsenal, Cuesta bekerja di balik layar bersama nama-nama seperti Albert Stuivenberg dan Nicolas Jover. Meski bukan asisten utama, perannya dalam pengembangan pemain muda sangat besar. Beberapa pemain bahkan menganggap Cuesta sebagai sosok yang "mengerti pemain muda karena dia sendiri juga masih muda."
Ia ikut meraih dua trofi Community Shield bersama Arsenal pada 2020 dan 2023. Namanya juga sering muncul di serial dokumenter All or Nothing, yang memperlihatkan kedekatannya dengan skuad muda Arsenal. Cuesta dikenal piawai menjembatani komunikasi antar pemain dan pelatih kepala.
Kemampuan multibahasa Cuesta juga jadi nilai lebih. Ia fasih dalam enam bahasa (Inggris, Spanyol, Italia, Portugis, Prancis, Catalan) dan ini memudahkan interaksinya dengan pemain dari berbagai latar belakang. Bagi Parma yang punya skuad multinasional, hal ini bisa jadi keuntungan besar.
Menanti Kejutan Parma dan Cuesta
Penunjukan Cuesta oleh Parma adalah langkah berani. Ia menggantikan Cristian Chivu, yang ditarik Inter Milan, dan langsung diikat kontrak hingga 2027. Parma jelas ingin membangun proyek jangka panjang bersama Cuesta.
Dengan skuad yang penuh pemain muda, Parma berharap Cuesta bisa mengulangi kesuksesannya di Arsenal. Ia diharapkan tak hanya mengasah teknik, tapi juga membentuk mental para pemain muda agar siap bersaing di Serie A.
Musim ini akan jadi ujian perdana Cuesta sebagai pelatih kepala di level senior. Namun, dengan rekam jejak dan pendekatannya yang modern, banyak yang percaya Parma bisa jadi kejutan lewat sentuhan tangan dinginnya.