Liputan6.com, Jakarta Final Piala AFF U-23 2025 menjadi panggung besar bagi Timnas Indonesia U-23 dalam perburuan gelar juara. Sayangnya, mimpi itu pupus di tangan Vietnam.
Bertanding di Stadion Gelora Bung Karno pada Selasa (29/7/2025) malam WIB, Indonesia harus mengakui keunggulan Vietnam dengan skor 0-1 melalui gol tunggal Nguyen Cong Phuong pada menit ke-37.
Garuda Muda tampil dominan dalam penguasaan bola dengan 68 persen, jauh di atas catatan Vietnam yang hanya menguasai 32 persen permainan.
Namun dominasi tersebut tidak dibarengi efektivitas dalam menciptakan peluang. Kedua tim sama-sama hanya mencatatkan dua tembakan tepat sasaran, namun Vietnam berhasil memaksimalkan salah satunya.
Di balik skor tipis itu, terdapat sejumlah catatan penting yang patut dievaluasi. Vietnam berhasil mengamankan gelar ketiga mereka di Piala AFF U-23, sementara Indonesia kembali gagal menuntaskan misi juara di kandang sendiri.
Lalu, apa saja pelajaran berharga dari kekalahan ini?
Formasi 3 Bek yang Tak Berbuah Manis
Gerald Vanenburg membuat keputusan berani di partai final dengan meninggalkan formasi 4-3-3 yang selama ini ia andalkan. Ia memilih skema 3-4-2-1 dengan harapan bisa meredam serangan balik cepat Vietnam. Secara defensif, formasi ini bekerja cukup baik. Trio bek tengah, Kakang Rudianto, Kadek Arel, dan Muhammad Ferarri, tampil disiplin dan minim kesalahan.
Namun, masalah muncul saat Indonesia membangun serangan. Kurangnya pemain kreatif di lini tengah membuat distribusi bola ke lini depan tersendat.
Rayhan Hannan dan Rahmat Arjuna tidak mendapat cukup ruang, sementara Robi Darwis dan Dony Tri Pamungkas gagal menjadi jembatan yang efektif ke lini serang. Akibatnya, Jens Raven kesulitan mendapatkan suplai bola.
Vietnam Mematikan lewat Bola Mati
Dalam pertandingan ini, Vietnam menunjukkan dua hal yang menyulitkan Indonesia. Pertama, mereka berhasil memancing emosi para pemain Garuda Muda. Kedua, mereka sangat berbahaya dalam situasi bola mati, terutama dari sepak pojok.
Nguyen Dinh Bac dan Khuat Van Khang terlihat aktif mengganggu konsentrasi pemain Indonesia, seperti Rahmat Arjuna dan Kakang Rudianto.
Sementara itu, gol Nguyen Cong Phuong yang menentukan kemenangan Vietnam berawal dari skema sepak pojok, satu dari tiga sepak pojok di babak pertama yang semuanya nyaris berbuah gol.
Terlambat Bereaksi dari Bangku Cadangan
Kendati unggul dalam penguasaan bola, Timnas Indonesia minim ancaman ke gawang lawan. Perubahan baru dilakukan Gerald Vanenburg pada menit ke-60, saat Achmad Maulana menggantikan Frenky Missa. Pergantian ini membawa dampak, terutama setelah Dominikus Dion dipindah ke posisi gelandang.
Namun, setelah itu, Vanenburg terlihat pasif dalam melakukan perubahan. Pergantian pemain berikutnya baru dilakukan pada menit ke-81.
Bisa jadi ini disebabkan keterbatasan opsi, mengingat Arkhan Fikri dan Toni Firmansyah belum sepenuhnya fit. Tapi dalam laga dengan tensi tinggi seperti final, kecepatan dalam merespons situasi bisa menjadi pembeda.
Strategi Kim Sang-sik Sangat Efektif
Sebelum pertandingan, Kim Sang-sik menyebut dirinya telah mempelajari permainan Timnas Indonesia. Ucapan itu bukan sekadar basa-basi.
Kim Sang-sik menerapkan skema 3-4-3 saat menyerang dan bertransformasi menjadi 5-4-1 saat bertahan, membuat lini tengah dan belakang Vietnam sangat padat.
Dengan skema tersebut, Vietnam berhasil menutup dua titik kreativitas utama Indonesia: Rayhan Hannan dan Rahmat Arjuna. ...