Liputan6.com, Jakarta - Tingginya angka pernikahan anak di Indonesia masih menjadi masalah serius. Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi. Akibatnya, banyak remaja terjebak dalam pernikahan dini, mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, dan menghadapi berbagai konsekuensi jangka panjang—baik dari sisi pendidikan, ekonomi, hingga kesehatan ibu dan anak.
Fenomena ini menjadi perhatian Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), khususnya perwakilan di Provinsi Jawa Tengah. Melalui kegiatan pembinaan yang dilakukan di Panti Pelayanan Sosial Anak (PPSA) Wira Adhi Karya, Kabupaten Semarang, Kemendukbangga/BKKBN mengingatkan pentingnya edukasi kesehatan reproduksi remaja.
“Kualitas remaja saat inilah yang akan menentukan bagaimana kualitas keluarga dan generasi di masa yang akan datang,” tegas Agoes Poedjianto, SH, M.Kes, Ketua Tim Kerja Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Jawa Tengah, saat memberikan pembinaan kepada 40 remaja peserta di PPSA, Senin (19/5/2025).
Ia mengingatkan bahwa kegagalan dalam membina generasi muda saat ini bukan hanya mengancam keberhasilan pembangunan nasional, tetapi juga masa depan kualitas generasi penerus bangsa.
“Harapan kami, kegiatan ini bisa meningkatkan pengetahuan dan kesadaran remaja akan pentingnya kesehatan reproduksi, agar mereka bisa berkontribusi dalam mencegah stunting dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak di masa mendatang,” lanjut Agoes, dikutip dari keterangan resmi.