REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga Jumat (1/8/2025) belum menerima resmi Keputusan Presiden (Keppres) perihal pemberian abolisi untuk terdakwa Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Sutikno mengatakan Keppres tersebut yang menjadi acuan bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk membebaskan Tom Lembong dari sel tahanan.
“Kita kan sama-sama baru mendengar itu lewat pemberitaan, dan televisi. Jadi pastinya, kita harus menunggu Keppres-nya. Kita belum terima resmi Keppres-nya itu,” kata Sutikno saat dihubungi, dari Jakarta Jumat (1/8/2025). Isi dalam Keppres itu pula, kata Sutikno menjelaskan yang akan menjadi acuan bagi JPU apakah akan tetap melanjutkan proses hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta atas putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta yang sudah memvonis serta menghukum Tom Lembong.
“Kita baca dulu isi Keppres-nya bagaimana. Setelah itu, kita telaah untuk dilakukan apa perintah tindak lanjutnya,” terang Sutikno. Termasuk kata Sutikno soal membebaskan Tom Lembong. “Kita belum bisa ngomong (bebas) karena abolisinya itu kayak apa. Makanya, kita menunggu Keppres-nya itu memerintahkan seperti apa,” ujar Sutikno. Hingga siang ini, Sutikno mengaku belum menerima, ataupun membaca Keppres tentang pemberian abolisi untuk Tom Lembong itu.
Tom Lembong sendiri, saat ini masih berada di Penjara Cipinang, Jakarta Timur (Jaktim). Ia mendekam di sel penjara untuk menjalani hukuman yang sudah dijatuhkan PN Tipikor Jakarta. Majelis hakim PN Tipikor pekan lalu menghukum Tom Lembong bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan pemberian izin impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) 2015-2026. Tom Lembong adalah mantan Menteri Perdagangan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Atas vonis bersalah itu, majelis hakim menghukum Tom Lembong dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan. Meskipun dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, tetapi dalam amar putusan majelis hakim dinyatakan perbuatan Tom Lembong memang tak memperkaya diri sendiri. Namun atas kebijakannya yang memberikan izin impor gula telah memperkaya orang lain, maupun korporasi. Dan dikatakan hakim perbuatan Tom Lembong merugikan keuangan negara.
Tom Lembong tak menerima vonis dan hukuman tersebut. Lalu ia mengajukan banding ke PT DKI Jakarta. Perlawanan hukum tersebut, pun direspons oleh JPU dengan mengajukan banding serupa ke peradilan tingkat kedua. JPU beralasan banding tersebut karena hukuman terhadap Tom Lembong itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang sebelumnya meminta majelis hakim menghukum Tom Lembong selama 7 tahun penjara. Hingga kini proses banding ajuan Tom Lembong, pun JPU masih berproses di PT DKI Jakarta.
Namun pada Kamis (31/8/2025) malam, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pemberian abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto terhadap Tom Lembong. Abolisi merupakan instrumen politik di wilayah hukum yang menjadi hak prerogatif presiden dalam menghapuskan, atau meniadakan pemidanaan terhadap seseorang yang sudah terbukti di pengadilan melakukan tindak pidana. Dari pemberian abolisi tersebut, Tom Lembong dapat bebas dari sel tahanan yang sudah dialami sejak Oktober 2024 lalu.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, pemberian abolisi otomatis menghentikan seluruh proses hukum terhadap yang menerima. Kata dia, termasuk terhadap Tom Lembong. “Konsekuensi kalau yang namanya abolisi, maka seluruh proses hukum yang sedang berjalan itu dihentikan,” begitu kata Supratman di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam.