
Indonesia Corruption Watch (ICW) membuat laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari ini. Aduan berkaitan dengan penyelenggara haji di Indonesia periode 2025.
“ICW resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan penyelenggaraan haji,” kata Peneliti dari ICW Wana Alamsyah di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 5 Agustus 2025.
Wana mengatakan, ada dua permasalahan yang diduga terendus korupsi, yang dilaporkan oleh ICW ke KPK. Pertama yakni layanan umum bagi jamaah haji mengikuti proses dari Musdalifah, Mina, dan Arafah.
“Kemudian yang kedua berkaitan dengan pengurangan spesifikasi konsumsi yang diberikan kepada jamaah haji,” ucap Wana.
Menurut Wana, pengurangan konsumsi untuk jamaah haji terpampang dalam sejumlah dokumen yang dibawa ICW dalam laporannya ke KPK. Setidaknya, ada tiga masalah yang diadukan ICW, terkait konsumsi jamaah ini.
Pertama yakni makanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar kecukupan gizi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019. Setidaknya, jamaah haji wajib mendapatkan konsumsi dengan kalori sekitar 2.100.
“Rata-rata makanan yang diberikan oleh Kementerian Agama melalui penyedia kepada jamaah haji itu berkisar 1.715 sampai 1.765 (kalorinya),” ujar Wana.
Masalah kedua yakni, ICW mengendus adanya pengurangan biaya makan untuk para jamaah. Sejatinya, pemerintah mengalokasikan dana 40 real untuk tiga kali makan per harinya.
“Dari setiap makanan (tiap kali makan), itu terdapat dugaan pungutan sebesar 0,8 sar atau 0,8 real,” kata Wana.
ICW sudah mencatatkan nama pegawai negeri yang diduga memotong jatah makan jamaah haji. Catatan ICW, orang itu mendapatkan keuntungan sebesar Rp50 miliar.
Masalah makanan ketiga yakni terkait ketidaksesuaian spesifikasi yang diterima para jamaah. ICW menduga ada pemotongan jatah makan senilai 4 real.
“Yang mana jika dikalkulasikan ke rupiah, maka kerugian negara terhadap pengurangan spesifikasi konsumsi itu sekitar Rp255 miliar,” ujar Wana.
Sementara itu, dugaan rasuah di Musdalifah sampai Arafah didapat atas temuan internal ICW. Itu, kata Wana, berkaitan dengan monopoli penyedia jasa.
“Berdasarkan hasil investigasi kami, adanya dugaan pemilihan penyedia dua perusahaan yang dimiliki oleh satu orang, satu individu yang sama, namanya sama, alamatnya sama,” ujar Wana.
Menurut Wana, masalah kepemilikan penyedia jasa merupakan larangan karena masuk dalam kategori monopoli, berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. ICW enggan memerinci sosok pemilik perusahaan itu.
“Individu tersebut yang memiliki dua perusahaan itu menguasai pasar sekitar 33 persen dari layanan umum, yang total jamaah hajinya sekitar 203 ribu orang,” kata Wana.
Di sisi lain, KPK tengah mengusut penyelidikan dugaan korupsi pengadaan kuota haji di Indonesia. Penyelidik sudah melakukan ekspose perkara, agar kasusnya bisa naik ke tahap penyidikan.
“Ada kita lakukan beberapa kali (ekspose),” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 5 Agustus 2025.
Budi enggan memerinci perkembangan hasil rapat tahapan penindakan KPK itu. Menurut dia, ekspose dilakukan berkala agar kasus itu naik ke tahap penyidikan.
“Ekspose itu kan secara berkala ya, dilakukan untuk update dari proses yang sudah dilakukan oleh tim. Sehingga, kita bisa melihat perkembangan dari sebuah penanganan perkara,” ucap Budi. (Can/P-1)