
PERUSAHAAN perbankan investasi, Goldman Sachs Group Inc memberikan peringatan mengenai harga minyak mentah Brent yang berpotensi turun di bawah US$40 per barel atau sekitar Rp675 ribu per barel (kurs Rp16.889) dalam skenario ekstrem.
Hal ini seiring meningkatnya tensi perang dagang dan melonjaknya pasokan global di tengah pemangkasan produksi minyak oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak atau OPEC Plus hingga Juni 2026.
“Dalam skenario ekstrem yang mencakup perlambatan ekonomi global dan penghentian penuh pemangkasan produksi OPEC+, kami memperkirakan harga Brent turun di bawah US$40 per barel pada akhir 2026,” tulis analis Goldman Sachs Yulia Grigsby dilansir Bloomberg, Selasa (8/4).
Bukan tanpa sebab skenario tersebut dibuat. Pasar minyak global dilaporkan telah mengalami guncangan dalam beberapa sesi terakhir, menyusul eskalasi perang dagang oleh Pemerintahan AS Donald Trump. Serta, respons dari sejumlah negara termasuk Tiongkok yang meningkatkan risiko resesi dan memperlambat permintaan energi.
Pada Minggu (6/4), harga minyak AS turun tajam di bawah US$60 atau Rp1 juta lebih per barel. Angka ini merupakan level terendah dalam empat tahun terakhir.
Dalam kondisi ini, sejumlah bank besar seperti Goldman Sachs, Morgan Stanley, dan Societe Generale SA telah merevisi dengan menurunkan proyeksi harga minyak dalam skenario dasar mereka. Serta, menganalisis kemungkinan skenario paling pesimis maupun optimis seperti yang umum dilakukan dalam analisis pasar komoditas.
Dengan asumsi resesi normal di AS serta ekspektasi pasokan yang moderat, para analis Goldman memperkirakan harga Brent akan berada di kisaran US$58 per barel pada Desember tahun ini, dan turun di bawah US$40-50 per barel pada Desember tahun depan.
Saat ini harga minyak Brent tercatat di angka US$65 per barel, rebound setelah sempat menyentuh level terendah. (Bloomberg/H-3)