UU Pilkada Digugat ke MK, Minta Pilgub Jakarta Jadi Role Model untuk Seluruh Daerah

4 days ago 7
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
UU Pilkada Digugat ke MK, Minta Pilgub Jakarta Jadi Role Model untuk Seluruh Daerah Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.(MI/Devi Harahap)

PARA pemohon pengujian Undang-Undang Pilkada meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar menjadikan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta sebagai role model bagi pemilihan kepala daerah lainnya di Tanah Air. 

Salah satu pemohon, Terence Cameron menilai Pilgub DKI Jakarta sebagai pilkada yang paling adil dan demokratis serta berkepastian hukum karena adanya ketentuan pasangan calon (paslon) yang memperoleh suara lebih dari 50% ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih.

“Ketentuan syarat perolehan suara lebih dari 50% dan pemilihan putaran kedua merupakan ketentuan yang paling adil dan demokratis, serta berkepastian hukum yang adil karena memastikan bahwa pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang dikehendaki oleh mayoritas pemilih,” ujarnya di Ruang Sidang MK, Jakarta pada Selasa (29/7).

Putaran Kedua?

Menurut para Pemohon, ketentuan syarat perolehan suara lebih dari 50% dan pemilihan putaran kedua bukanlah suatu ketentuan khusus yang hanya dapat diterapkan untuk Jakarta, melainkan bisa terapkan di daerah lain di Indonesia.

“Tidak ada ketentuan tersebut dalam UU Pilkada yang justru membuka peluang lebih banyak paslon kepala daerah sehingga berpotensi memecah suara pemilih dan menghasilkan paslon terpilih hanya memiliki persentase perolehan suara yang rendah,” kata Terence. 

Paslon Terpilih?

Sebagai informasi, pada sidang ini pemohon menguji Pasal 107 ayat (1) dan Pasal 109 ayat (1) UU Pilkada yang pada pokoknya hanya menyebutkan paslon kepala daerah terpilih merupakan paslon yang memperoleh suara terbanyak.

Padahal, dalam ketentuan sebelumnya yang berlaku (UU No.12 tahun 2008) ialah paslon kepala daerah harus memperoleh suara lebih besar dari 50% untuk dapat ditetapkan sebagai paslon terpilih. 

Akan tetapi jika tidak terpenuhi, apabila terdapat pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 30%, maka paslon tersebut dapat dinyatakan sebagai paslon terpilih. Jika tidak terdapat pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 30%, maka dilakukan pemilihan putaran kedua.

Persentase Suara?

Ketentuan tersebut juga berubah kembali pada UU No.1 tahun 2015 yaitu paslon kepala daerah harus memperoleh suara lebih besar dari 30% untuk dapat ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. 

Jika tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 30 persen, maka dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.

Syarat Keterpilihan?

Kemudian pada UU No.8 tahun 2015, sudah tidak ada lagi ketentuan besaran syarat perolehan suara minimal untuk ditetapkan sebagai paslon terpilih dan paslon yang memperoleh suara terbanyak terlepas 22 dari besaran perolehan suaranya otomatis akan ditetapkan sebagai paslon terpilih. 

“Ketentuan tersebut diubah tanpa adanya parameter yang jelas sehingga merupakan bentuk ketidakpastian hukum yang adil dan juga bentuk kemunduran demokrasi,” ucap Terence.

Ambang Batas?

Sementara itu, MK melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 telah menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah dari 20% jumlah kursi DPRD atau 25% perolehan suara sah DPRD, menjadi 6,5% hingga 10% perolehan suara sah DPRD, tergantung pada besar penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap. 

Terence mengatakan dalam kondisi pilkada diikuti oleh banyak paslon yang berlangsung secara kompetitif, maka tanpa adanya ketentuan harus memperoleh suara mayoritas lebih dari 50%, berpotensi menyebabkan terpilihnya paslon dengan perolehan suara 6,67% yang tentu saja tidak memberikan legitimasi yang cukup.

“Ini juga berpotensi menghasilkan paslon terpilih yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh mayoritas pemilih dan juga bukan paslon yang terbaik,” tukasnya. (Dev/P-3_

Read Entire Article