TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera atau PKS menyerahkan penuh ihwal kebijakan reshuffle atau kocok ulang kabinet kepada Presiden Prabowo Subianto. "Soal reshuffle, itu hak prerogratif presiden," kata Presiden PKS Al Muzzammil Yusuf di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan pada Kamis, 5 Juni 2025.
Ia mengatakan, sebagai bagian dari koalisi partai pendukung Prabowo, PKS menghormati pelbagai langkah yang dilakukan Prabowo, terutama mengenai reshuffle.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan, Presiden memiliki kewenangan untuk mengevaluasi kinerja para pembantunya, termasuk untuk mengganti atau mempertahankan posisi tersebut di kabinet. "Siapa menteri yang akan diganti dan lainnya, kami menghormati sepenuhnya hak prerogratif presiden," ujar Al Muzzammil.
PKS saat ini memiliki satu kursi menteri di Kabinet Merah Putih Prabowo yaitu Menteri Ketenagakerjaan Yassierli.
Adapun isu reshuffle kabinet mencuat setelah Prabowo mengultimatum akan menyingkirkan para pejabat yang korup, melakukan penyelewenangan, dan tidak setia kepada undang-undang dari pemerintahannya.
Dalam pidatonya di perigatan Hari Lahir Pancasila, 2 Mei 2025 Prabowo mengatakan, mereka yang tidak setia kepada negara akan disingkirkan tanpa keraguan, tanpa memadang keluarga, partai, dan dari suku mana pejabat itu berasal.
"Yang tidak setia kepada negara, yang melanggar undang-undang akan kita tindak," kata Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Beberapa nama menteri yang ditengarai bakal terkena reshuflle, adalah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia.
Namun, keduanya membantah informasi itu. Budi Gunadi Sadikin sempat disorot lantaran mengucapkan pernyataan yang kontroversial. BGS, sapaan akrabnya sempat menyatakan besaran gaji menjadi tolak ukur kepintaran dan kesehatan seseorang.
Bahlil Lahadalia ditengarai bakal terkena reshuffle lantaran kebijakannya yang melarang penjualan gas elpiji 3 kilogram di tingkat pengecer pada awal Februari lalu.
Laporan Majalah Tempo bertajuk "Manuver Menteri Jokowi menghindari Reshuffle Kabinet" pada 11 Mei lalu mengatakan, Prabowo Subianto selalu memantau kegiatan menterinya, salah satunya kegiatan yang dilakukan Bahlil.
Sebelumnya, akademisi Rocky Gerung mendorong Prabowo melakukan reshuffle. Ia menilai, Kabinet Prabowo mesti diisi oleh figur-figur baru.
"Harus ada reshuffle, isi dengan energi baru," kata Rocky dalam acara Sarasehan Aktivis Lintas Generasi bertajuk "Dari Demokrasi Politik Menuju Transformasi Demokrasi Ekonomi" di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan pada Rabu, 21 Mei 2025.
Dia beralasan, kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan Prabowo di seluruh kementerian, menyebabkan adanya ketidaknyamanan di internal kabinet.
Ketidaknyamanan itu, kata dia, karena menteri tidak dapat melakukan manuver untuk memanfaatkan dana APBN demi kepentingan pribadi atau kelompok.
"Pada prinsipnya, tidak mungkin rakyat meminta menteri meninggalkan kabinet. Karena mereka akan bertahan, ada kepentingan modal yang harus mereka capai," kata Rocky.
Hal serupa juga disampaikan Dosen hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari. Menurut dia, untuk mewujudkan akselerasi dan transformasi demokrasi politik ke demokrasi ekonomi harus dilakukan dengan menyamakan gagasan para menteri dengan Prabowo sebagai Presiden.
"Masalah besarnya, bagaimana mau akselerasi dan transformasi demokrasi ekonomi kalau menteri ekonominya tidak memperjuangkan gagasan Presiden Prabowo," kata Feri.
Menurut dia, saat ini seluruh menteri yang membidangi urusan perekonomian di Kabinet Merah Putih, merupakan orang yang dianggap memiliki loyalitas tinggi kepada mantan Presiden Joko Widodo.
Sehingga, kata Feri, untuk mewujudkan konsep ekonomi Prabowo yang disebut Prabowonomics, maka pemerintah harus memastikan orang-orang yang menjadi menteri di bidang perekonomian adalah orang-orang yang berkompeten dan memiliki gagasan serupa dengan Prabowo.
"Saya tidak bisa percaya transformasi demokrasi politik ke ekonomi dapat berkembang dalam waktu dekat kalau pimpinan di bidang ekonomi tidak memiliki gagasan yang sama dengan pemerintah," ujar Feri.
Eka Yudha Saputra dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini