Liputan6.com, Jakarta Chelsea mengukir sejarah dengan menaklukkan PSG 3-0 di final Piala Dunia Antarklub yang digelar di MetLife Stadium, New Jersey. Kemenangan ini tak hanya menjadi gelar dunia pertama bagi Enzo Maresca, tapi juga validasi proyek muda The Blues.
Laga ini sempat tertunda delapan menit karena upacara pembukaan, termasuk flyover militer dan kehadiran Presiden Trump. Namun saat sepak mula dimulai, Chelsea langsung tancap gas dan menuntaskan pertandingan hanya dalam 45 menit pertama.
Cole Palmer, yang sempat tampil menurun di paruh kedua musim, kembali menunjukkan maginya. Dua gol dan satu assist dari sang playmaker membawa Chelsea ke puncak dunia dan meninggalkan PSG tanpa jawaban.
Chelsea Buktikan Dominasi di Babak Pertama
Chelsea tampil luar biasa di babak pertama, dengan serangan balik cepat dan pressing tinggi yang merusak ritme PSG. Palmer mencetak gol pertamanya dengan penyelesaian presisi dari luar kotak penalti setelah pergerakan tim yang rapi.
Tak lama berselang, Palmer kembali mencatatkan namanya di papan skor. Kali ini, ia memotong dari sisi kanan, melakukan gerakan mengecoh, dan menempatkan bola ke sudut bawah gawang. Donnarumma tak mampu menepis tembakan akurat itu.
Gol ketiga datang melalui kerja sama cepat yang ditutup oleh Joao Pedro. Pemain baru Chelsea itu menyambut umpan Palmer dengan tenang, menuntaskan babak pertama dengan skor 3-0. PSG, yang hanya dua kali kebobolan tiga gol sepanjang musim, dibuat tak berdaya.
Enzo Maresca Menjawab Kritik dengan Trofi
Kemenangan ini menjadi momen pembuktian bagi Enzo Maresca. Pelatih yang sempat diragukan karena pendekatan bermain dari belakang ini justru menunjukkan fleksibilitas taktiknya. Di final, ia memilih pendekatan langsung dan memanfaatkan kelemahan PSG lewat umpan panjang dan pressing agresif.
Maresca kini menutup musim pertamanya dengan dua trofi: UEFA Europa Conference League dan Club World Cup. Chelsea juga mengamankan tiket Liga Champions musim depan, sebuah pencapaian besar untuk skuad yang mayoritas diisi pemain muda.
Meski belum bisa diklaim sebagai tim terbaik di dunia atau Inggris, Chelsea menunjukkan bahwa fondasi tim ini kuat. Dengan Palmer sebagai motor serangan dan talenta muda lainnya terus berkembang, musim depan menjanjikan lebih banyak hal.
Ketegangan Pascapertandingan Warnai Kemenangan Chelsea
Kemenangan Chelsea diwarnai insiden usai laga. Luis Enrique, pelatih PSG, terekam kamera mendorong Joao Pedro dalam keributan yang juga melibatkan Donnarumma, Hakimi, dan Andrey Santos. Pedro sempat jatuh ke lapangan sebelum situasi diredam oleh staf kedua tim.
Emosi PSG sudah memuncak sejak kartu merah Joao Neves akibat menarik rambut Cucurella di menit ke-83. Kekalahan menyakitkan ini membuat PSG kehilangan ketenangan dan mengakhiri pertandingan dengan rasa frustrasi.
Meski demikian, para pemain Chelsea tetap melanjutkan perayaan mereka bersama suporter. Momen itu menjadi kontras yang mencolok antara euforia kemenangan dan kekacauan di kubu lawan.
Palmer Kembali ke Puncak, Jadi Motor Serangan Chelsea
Palmer tampil sebagai tokoh sentral kemenangan Chelsea. Kedua golnya menunjukkan kualitas teknis dan ketenangan luar biasa. Ia tak mengandalkan kekuatan, tapi ketepatan dalam menempatkan bola melewati kiper setinggi 195 cm seperti Donnarumma.
Pergerakan Palmer begitu efektif berkat dukungan dari rekan setimnya yang membuka ruang. Ia tahu kapan bergerak, kapan melepas bola, dan bagaimana menempatkan diri di half-space—baik di kiri maupun kanan—untuk menjadi pembeda.
Setelah musim naik-turun, performa Palmer di panggung besar menjadi jawaban atas semua keraguan. Ia tak hanya mencetak gol, tapi juga memimpin tim dengan ketenangan dan visi bermain. Di tangan Palmer, Chelsea punya jantung serangan yang bisa diandalkan.