TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tengah menjadi sorotan masyarakat Indonesia belakangan ini, pasalnya beberapa kebijakannya dinilai kontroversial dan mengundang pro-kontra. Salah satu beleid Kang Dedi Mulyadi (KDM), sapaan akrab Dedi Mulyadi, adalah kebijakan yang ditujukan bagi siswa untuk masuk sekolah mulai jam 6 pagi dan berlaku pada hari Senin hingga Jumat.
Adapun kebijakan masuk sekolah mulai pukul 6 pagi, akan dijalankan pemerintah provinsi Jawa Barat satu paket dengan regulasi jam malam bagi pelajar, serta pembelajaran Senin hingga Jumat. Kebijakan tersebut tertuang dalam surat edaran Gubernur Jabar Nomor 51/PA.03/Disdik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, KDM mengatakan penerapan jam belajar mulai lebih dini tersebut sudah pernah diterapkannya di Purwakarta saat menjabat bupati. “Tidak apa-apa mulai pukul 06.00, tapi belajarnya kan sampai Jumat," kata dia dikutip dari siaran pers Humas Jawa Barat, Jumat, 30 Mei 2025.
Berikut merupakan respons dari berbagai pihak yang membidangi pendidikan terhadap kebijakan Dedi Mulyadi mengenai masuk sekolah mulai jam 6 pagi:
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat menyatakan belum dapat merespons ihwal kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mewajibkan siswa masuk sekolah pukul 06.00 WIB. Saat ditemui, ia berkelakar akan meminta petunjuk dari Tuhan sebelum berkomentar.
"Belum itu, nanti ya, mau salat istikharah dulu," ujar Atip saat ditemui di Kompleks Parlemen DPR, Jakarta, pada Selasa 3 Juni 2025. Atip tidak menjelaskan maksudnya lebih lanjut. Ia kemudian meninggalkan kawasan Senayan setelah mengucapkan sebaris kalimat tersebut.
Komisi X
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian juga mengatakan bahwa parlemen belum bisa mengambil sikap soal penerapan masuk sekolah jam 6 pagi yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Hetifah mengatakan pihaknya akan melakukan kajian terlebih dahulu untuk menimbang dampak positif dan negatif dari kebijakan tersebut.
Sebab, menurut dia, kebijakan Dedi itu bukan yang pertama kali terjadi. Adapun tahun lalu gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) pernah memberlakukan hal serupa meski akhirnya membatalkan aturan tersebut.
"Waktu itu kan kami juga jadi pro kontra kan. Ada sih kelebihannya, tapi juga banyak masalah yang terjadi terkait dengan pemajuan jam," kata Hetifah saat menghadiri agenda Peluncuran Beasiswa di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Jakarta, Senin, 2 Juni 2025.
Lebih lanjut, Hetifah menyebut ada banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk menerapkan aturan tersebut. Beberapa di antaranya adalah ketersediaan akses transportasi hingga kesediaan orang tua atau wali murid.
"Kebetulan saat ini sedang masa reses, kami akan mengumpulkan pendapat dan masukan dari para konstituen," kata dia.
Seperti yang diketahui, masa reses DPR adalah periode waktu ketika anggota DPR melakukan kegiatan di luar gedung DPR, biasanya dengan mengunjungi daerah pemilihan (dapil) masing-masing untuk menyerap aspirasi masyarakat.
Apabila sambutan masyarakat positif dan penerapan sekolah mulai lebih pagi dinilai menghadirkan banyak manfaat maka, menurut Hetifah, kebijakan Dedi itu patut dipertimbangkan. Sebaliknya, apabila kebijakan tersebut banyak menuai pro-kontra di masyarakat, politikus Golkar itu menyarankan agar Dedi mengurungkan niatnya.
JPPI
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai kebijakan tersebut terlalu dipaksakan dan berpotensi membahayakan kesehatan fisik dan mental peserta didik. “Saya tidak sependapat dengan rencana penerapan jam sekolah pukul 06.00 pagi. Itu terlalu dini untuk anak-anak,” kata Ubaid saat dihubungi, Sabtu, 31 Mei 2025.
Menurut Ubaid, anak-anak membutuhkan waktu yang cukup di pagi hari untuk mengisi energi dan mempersiapkan diri sebelum belajar. Dalam praktiknya, banyak siswa yang berangkat tanpa sarapan karena terburu-buru atau karena keluarga belum sempat menyiapkan makanan.
“Tanpa asupan nutrisi yang cukup, konsentrasi dan fokus belajar anak pasti terganggu. Ini bisa berdampak negatif terhadap suasana hati dan kemampuan belajar mereka sepanjang hari,” ujarnya.
Lebih dari itu, Ubaid menyoroti aspek keamanan yang belum menjadi perhatian dalam kebijakan ini. Ia menyebut anak-anak akan terpaksa berangkat dari rumah dalam kondisi gelap, terutama mereka yang tinggal di wilayah pedesaan atau pelosok dengan akses transportasi terbatas.
Oleh karena itu, JPPI mendorong agar pemerintah daerah mengedepankan kajian ilmiah dan pendekatan berbasis hak anak sebelum membuat perubahan ekstrem dalam sistem pendidikan. “Kesehatan fisik dan mental anak harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pendidikan, bukan semata-mata penambahan jam atau perubahan jam yang ekstrem tanpa kajian yang kuat,” jelas Ubaid.
P2G
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyatakan dukungan terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang membatasi jam malam siswa hingga pukul 21.00 namun menolak kebijakan jam masuk sekolah pukul 06.00 pagi.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri menilai kebijakan tersebut kontraproduktif karena bertujuan mendisiplinkan anak dan membuat mereka gemar belajar dengan mempercepat jam masuk sekolah.
Implementasinya, kata dia, justru berpotensi membawa dampak negatif pada anak, seperti kurang tidur. "Menurut berbagai riset, kurang tidur dapat membuat anak kesulitan berkonsentrasi, mengalami penurunan daya ingat, terganggunya kesehatan fisik dan mental, hingga merosotnya prestasi akademis," kata Imam.
Imam menilai peningkatan kualitas pembelajaran tidak ditentukan oleh seberapa pagi siswa masuk sekolah, tetapi oleh ekosistem yang mendukung. Hal ini mencakup lingkungan belajar yang kondusif di sekolah, pola asuh yang baik di rumah, serta peran guru dalam menciptakan ruang belajar yang berkualitas. Masuk sekolah lebih pagi akan menjadi sia-sia jika kualitas pembelajaran belum mengalami perbaikan yang signifikan.
Ia juga menyoroti bahwa jam masuk sekolah pukul 06.00 tidak sesuai dengan praktik internasional. Negara-negara seperti Malaysia, Cina, Amerika Serikat, India, Inggris, Rusia, Singapura, dan Jepang umumnya menerapkan waktu masuk sekolah antara pukul 07.30 hingga 08.30 pagi. Bahkan, studi Kelley et al. (2017) dari The Open University, Brigham and Women’s Hospital, Harvard University, dan University of Nevada menyatakan bahwa jam masuk sekolah pukul 10.00 lebih baik daripada pukul 08.30 bagi siswa usia 13–16 tahun.
“Oleh sebab itu, kami berharap ada kajian terlebih dahulu untuk penerapan KBM pukul enam pagi,” ujar Iman.
Dinda Shabrina, Dian Rahma Fika, Dede Leni Mardianti, Novali Panji Nugroho, Amira Nada Fauziyyah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Wakil Menteri Pendidikan Minta Dedi Mulyadi Berkoordinasi Soal Jam Masuk Sekolah