TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto mendesak agar pemerintah lebih tegas dalam mengatur tata kelola izin usaha pertambangan (IUP) kepada korporasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan, pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mesti mengatur perizinan tambang berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
"Supaya pengawasan dan antisipasi kerusakan atau dampak negatif tambang terhadap masyarakat dapat dilakukan sedini mungkin," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Rabu, 11 Juni 2025.
Penegasan terhadap tata kelola IUP ini, Mulyanto menjelaskan, ialah terkait dengan terbitnya IUP bagi 4 korporasi nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menurut dia, konsesi yang dimiliki 4 korporasi berada tepat di kawasan global geopark yang semestinya steril dari aktivitas industri ekstraktif.
Meski begitu, dia mengapresiasi tindakan pemerintah yang memutuskan pencabutan IUP nikel kepada 4 korporasi, di antaranya PT Kawei Sejahtera Mining; PT Anugerah Surya Pratama; PT Mulia Raymond Perkasa; dan PT Nurham.
"Ini jadi keputusan tepat karena sesuai dengan tuntutan masyarakat," ujar dia.
Adapun, IUP milik PT Gag Nikel yang beroperasi di Pulau Gag tak dicabut oleh pemerintah. Alasannya, anak perusahaan PT Antam Tbk tersebut dinilai memenuhi syarat analisis dampak lingkungan alias Amdal.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan sekali pun IUP PT Gag Nikel tak dicabut, sebagaimana yang telah diperintahan Presiden Prabowo Subianto, Kementerian ESDM akan melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas perusahaan itu.
Ia menyebut, Amdal, reklamasi, dan pelestarian biota laut akan menjadi fokus utama pemerintah. "Betul-betul diawasi habis urusan di Raja Ampat," ujar dia.
Pun, dia menjelaskan, secara konsesi, PT Gag Nikel tidak berada dalam area dekat kawasan geopark Raja Ampat.
Menurut dia, Pulau Gag yang menjadi area operasi PT Gag Nikel berada sekitar 42kilometer dari piaynemo atau secara geografis lebih dekat dengan wilayah Maluku Utara.
Demikian juga dengan total konsesi yang diberikan, dari 13.136 hektare, PT Gag Nikel baru membuka 260 hektare lahan.
"130 hektare telah direklamasi dan 54 hektare telah dikembalikan kepada negara," kata Bahlil.
Secara status hukum, kata Bahlil, PT Gag Nikel juga merupakan pemegang kontrak karya yang telah berlaku sejak 1998. Bahkan, eksplorasi awal korporasi ini telah dimulai sejak 1972.
"Dari 5 perusahaan yang mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2025 itu hanya PT Gag Nikel, 4 lainnya tidak memiliki," kata Ketua Umum Partai Golkar itu.
Mulyanto mengaku memahami keputusan pemerintah yang tak mencabut IUP PT Gag Nikel. Tetapi, dia mendesak dilakukan pengawasan ketat dan prioritas kinerja environment and social governance (ESG) terhadap korporasi ini.
"Agar manfaat bagi kesejahteraan masyarakat sekitar dirasakan," ucap Mulyanto.