Liputan6.com, Jakarta Cole Palmer tengah menikmati babak baru dalam kariernya bersama Chelsea, kali ini dengan nomor punggung yang punya makna spesial: 10. Bagi Palmer, angka tersebut bukan cuma simbol, tapi bagian dari identitas dan inspirasi sejak kecil. Dari Lionel Messi hingga Wayne Rooney, Palmer tumbuh mengidolakan mereka yang menghidupkan nomor tersebut.
“Saya memakai nomor sepuluh selama tumbuh besar dan saya memang menyukainya,” ujar Palmer, seperti dikutip dari talkSPORT. “Messi adalah yang utama [yang diidolakan], juga Rooney, dan para pemain seperti itu. Itu nomor yang ikonik.”
Nomor 10 Chelsea sebelumnya dikenakan oleh Mykhailo Mudryk. Palmer mengaku belum sempat bicara langsung dengan pemain asal Ukraina itu. “Saya belum berbicara dengan Misha soal mengambil nomornya, tapi akan Saya lakukan saat waktunya tepat. Saat ini bukan posisi saya untuk ikut campur, tapi saya akan bicara dengannya,” ucap Palmer.
Dari Messi dan Rooney ke Stamford Bridge
Tak sulit menebak alasan Palmer begitu mencintai nomor 10. Sosok-sosok seperti Lionel Messi dan Wayne Rooney menjadi cermin dari gaya bermain yang kreatif, bebas, dan menentukan. Palmer pun menaruh impian besar saat memutuskan mengenakan angka yang sama.
Beban mengenakan nomor ikonik tak membuatnya ciut. “Tekanan itu pasti ada dan bisa menimpa siapa pun di satu titik. Namun, saya lebih sering mencoba untuk mengabaikannya,” kata Palmer menjelang laga kedua Chelsea di Piala Dunia Antarklub melawan Flamengo.
Ia tak ingin terjebak dalam tekanan berlebihan dan tetap menjaga rutinitas sederhana. “Saya masih melakukan hal yang sama seperti sebelum bergabung dengan Chelsea. Saya mencoba menganggap ini hanya permainan sepak bola, bukan soal hidup atau mati. Jadi, saya berusaha menikmatinya,” ucapnya.
Persaingan Baru Bernama Estevao
Palmer tak akan sendirian di posisi nomor 10. Estevao Willian akan segera merapat ke Chelsea usai Piala Dunia Antarklub. Meski dikenal sebagai winger kanan, pemain muda Brasil itu tertarik bermain di tengah—wilayah kekuasaan Palmer saat ini.
Kedatangan Estevao justru disambut terbuka oleh Palmer. “Dia pemain yang sangat bagus,” ujarnya. “Saya sudah bicara beberapa kali dengannya.” Meskipun ada kendala bahasa, teknologi jadi penyambung komunikasi mereka. “Dia belum banyak bicara bahasa Inggris, jadi kami pakai Google Translate. Namun, Saya bilang saya menantikan kedatangannya dan bermain bersamanya. Semoga dia bisa membantu kami.”
Koneksi awal itu menunjukkan betapa Palmer siap bekerja sama ketimbang bersaing secara kaku. Ia paham bahwa permainan kolektif membutuhkan sinergi dan adaptasi, bukan ego.
Viral, Lucu, dan Tetap Profesional
Sikap santai Palmer sering menciptakan momen viral. Saat Chelsea menang 2-0 atas Los Angeles FC di Atlanta, ia terekam duduk santai di tengah lapangan sambil menunggu babak kedua dimulai. Cara Palmer menikmati sepak bola kerap mencuri perhatian.
“Saya suka main lima lawan lima, ke lapangan sintetis, dan melakukan hal-hal normal,” ujar Palmer. “Saya suka main PlayStation. Saya hanya melakukan apa yang biasa dilakukan anak-anak, ya kan?” katanya dengan senyum ringan. Mentalitas santainya jadi kunci menghadapi ekspektasi publik dan tekanan media.
Usai final Conference League, Palmer juga membuat pernyataan jujur yang jadi bahan candaan di ruang ganti Chelsea. Soal dua assist-nya dalam kemenangan 4-1 atas Real Betis, menurutnya, dia cuma muak mendapatkan bola dan terus main ke belakang dan ke samping.
Bicara Terus Terang, tapi Tetap Respek
Komentarnya usai final itu bukan bentuk protes terhadap pelatih Enzo Maresca. “Kami sempat bercanda soal itu,” ujar Palmer. “Komentar saya bukan ditujukan ke manajer atau siapa pun. Itu cuma hal personal.”
Palmer merasa saat itu dia bermain terlalu aman. “Saya merasa, dalam laga itu, saya mungkin terlalu berhati-hati. Jadi, komentar itu muncul dari situ. Saya ingin mendapatkan bola dan mencoba sesuatu yang berbeda dari sebelumnya,&rdq...