TEMPO.CO, Jakarta - Kasus kekerasan terhadap anak marak terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Per Maret lalu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau KemenPPPA telah menangani 38 kasus. Teranyar, seorang anak di Indragiri Hulu, Riau, dan seorang lagi di Makassar, Sulawesi Selatan, tewas diduga karena dianiaya.
Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauzi mengatakan bahwa pihaknya akan mengawal penanganan dua kasus kekerasan terhadap anak tersebut. Kementerian PPPA berkomitmen mendampingi keluarga korban untuk mendapatkan keadilan, dan memastikan seluruh hak anak dipenuhi sesuai hukum yang berlaku. Serta, tetap memberikan efek jera pada pelaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami menyampaikan turut berduka cita atas kasus kekerasan yang menyebabkan korban meninggal dunia, di mana kasus terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Indragiri Hulu, Riau,” kata Menteri Arifah Fauzi—sapaannya, dalam keterangan di Jakarta, Ahad malam, 1 Juni 2025, seperti dikutip dari Antara.
Arifah mengatakan kementeriannya telah melakukan sejumlah langkah cepat dalam mengawal kedua kasus kekerasan terhadap anak tersebut. Koordinasi telah dilaksanakan dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) setempat baik dari Sulawesi Selatan, UPTD PPA Makassar, dan UPTD PPA Indragiri Hulu, Riau.
“KemenPPPA akan terus berkoordinasi dengan UPTD untuk mengawal kedua kasus ini,” kata dia.
Pihaknya akan melakukan asesmen psikologis bagi pelaku dengan melibatkan psikolog atau konselor anak untuk menggali permasalahannya, dengan melibatkan pihak keluarga dan sekolah. Sementara untuk penanganan secara hukum bagi pelaku yang berusia anak akan mempertimbangkan prinsip keadilan restoratif, sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan keadilan bagi korban.
Kasus kekerasan terhadap anak hingga tewas di Indragiri Hulu
Dilansir dari laman Pemerintah Provinsi Riau, Mediacenter.riau.go.id, seorang murid kelas 2 Sekolah Dasar atau SD di Kecamatan Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu, meninggal dunia pada Ahad, 25 Mei 2025. Bocah inisal KB berumur 8 tahun itu diduga tewas tak wajar. Korban diduga dianiaya oleh kakak-kakak kelasnya.
Dkutip dari Antara, Selasa, 3 Juni 2025, orang tua korban mengambil langkah hukum dengan melaporkan teman-teman sebaya korban pada Senin, 26 Mei 2025. Mereka sempat terlibat cekcok dan diduga menganiaya korban. Korban disebut mengalami kekerasan fisik dan sempat dirawat di wilayah setempat. Sempat dilarikan ke rumah sakit Indrasari Pematang Reba untuk perawatan intensif, tapi nyawanya tidak tertolong.
“Belum diketahui pasti korban meninggal akibat apa. Tapi yang jelas kita selidiki laporan orang tua korban yang mengaku anaknya mengalami bullying, secepatnya kita tangani,” kata Kapolres Indragiri Hulu, AKBP Fahrian Saleh Sirega kepada wartawan, Selasa, 27 Mei 2025.
AKBP Fahrian mengatakan jenazah telah diautopsi guna mengungkap penyebab sebenarnya kematian korban. Autopsi tersebut dimulai pada Senin, sekitar pukul 17.30 dan berakhir pada pukul 20.00 WIB. Autopsi dilakukan di ruangan kamar mayat RSUD Indrasari Pematang Reba, Kecamatan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri Hulu.
“Pihak keluarga korban turut hadir untuk menyaksikan langsung proses autopsi. Mereka ayah kandung dan paman korban. Kehadiran keluarga menjadi bagian penting dalam transparansi proses hukum yang sedang berjalan,” kata Fahrian.
Dari hasil pemeriksaan sementara, ditemukan beberapa tanda kekerasan pada jenazah KB. Mayat anak laki-laki itu menunjukkan adanya memar pada perut sebelah kiri bagian bawah dan tungkai atas sebelah kiri sisi depan. Selain itu, ditemukan pula resapan darah pada jaringan lemak di bawah kulit daerah perut, yang mengindikasikan adanya kekerasan akibat benda tumpul.
Lebih lanjut, tim forensik juga menemukan cairan bebas berwarna kelabu kecokelatan yang berbau busuk pada rongga perut, serta jaringan appendix (usus buntu) yang pecah atau perforasi. Temuan ini menjadi petunjuk penting bagi penyidik dalam mengungkap rangkaian kejadian yang berujung pada kematian K. Meskipun demikian, penyebab pasti kematian K belum dapat ditentukan secara final.
“Proses penyelidikan akan terus berlanjut untuk memastikan keadilan bagi K dan keluarganya,” kata Fahrian.
Kasus kekerasan terhadap anak hingga tewas di Makassar
Seiring kejadian kekerasan terhadap anak di Indragiri Hulu, kasus juga terjadi di Makassar. Korban meninggal pada Jumat, 30 Mei 2025 setelah sempat dirawat selama lima hari pada tiga rumah sakit berbeda. Murid kelas VI SDN Maccini Sawah Satu, Kota Makassar inisial MRA itu diduga dikeroyok oleh teman-temannya.
“Sebelum meninggal di rumah sakit, saya tanya, siapa yang pukul nak, MRA bilang teman. Saya tanya berapa orang? Dia tidak bilang, tapi kasih naik jarinya tiga,” ujar bibi korban Desma di Makassar, Sabtu, 31 Mei 2025, dikutip dari Antara.
Saat ditanyakan lebih dalam siapa saja yang menganiaya, korban menyebutkan ada dua orang murid SD dan satu orang siswa SMP. Meksi demikian, ia tidak menyebut namanya, namun mengenal para terduga pelaku. Kejadian dugaan penganiayaan secara bersama-sama tersebut terjadi pekan sebelumnya, seusai korban mengikuti ujian akhir di SDN Maccini Sawah Satu.
Korban, kata Desna, di keroyok para pelaku di depan sekolahnya. Akibat penganiayaan itu, korban mengalami sakit pada bagian dada, dan terdapat luka lebam di beberapa bagian tubuhnya, termasuk luka bekas bekas sulutan rokok.
“Selain luka-luka, ada juga kasihan di belakangnya bekas sulutan rokok, banyak itu kasihan. Ini anak pendiam, dia tidak mau bilang, tidak mau ngomong (siapa yang keroyok). Tapi intinya diborongi (dianiaya) sama temannya,” kata Desma.
Sebelum meninggal, korban sempat dibawa ke tiga rumah sakit yakni Rumah Sakit Pelamonia, Rumah Sakit Sitti Fatimah dan dirujuk di Rumah Sakit Islam Faisal. Karena kondisinya kian menurun, korban akhirnya menghembuskan nafas terakhir di RS Islam Faisal.
Pihak keluarga telah melaporkan kejadian itu ke Polrestabes Makassar dengan laporan penganiayaan mengakibatkan korban meninggal dunia di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak atau PPA. Sejumlah barang bukti juga diserahkan ke polisi salah satunya pakaian sekolah yang dikenakan robek usai dikeroyok diduga rekan sebayanya.
Sebagai langkah pembuktian dugaan penganiayaan, polisi membawa jasad korban telah ke Rumah Sakit Bayangkara untuk keperluan autopsi setelah sebelumnya disemayamkan di rumah duka. Namun, Kepolisian Resor Kota Besar Makassar hingga Senin, 2 Juni 2935 belum menetapkan tersangka dan masih mengusut kasus tersebut.
“Kami menunggu hasil autopsi dari kedokteran dinyatakan meninggalnya karena apa, baru nanti kita bicara langkah selanjutnya (penetapan tersangka),” kata Kepala Polrestabes Makassar Komisaris Besar Polisi Arya Perdana kepada wartawan di Makassar, Senin, dikutip dari Antara.
Mengenai kapan keluarnya hasil autopsi korban, Kapolrestabes mengatakan belum mengetahui karena hasil autopsi dikeluarkan pihak Rumah Sakit Bayangkara. “Autopsi sudah selesai, tetapi hasilnya kita masih tunggu. Dokter yang bisa menentukan itu,” tutur mantan Kasubdit III Ditreskrimsus Polda Sulawesi Utara ini.