TEMPO.CO, Jakarta -TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi bidang Pendidikan DPR Maria Yohana Esti Wijayanti mengatakan, implementasi putusan Mahkamah Konstitusi ihwal pendidikan dasar gratis masih terkendala kebutuhan anggaran. Dia menyebut, anggaran yang dimiliki pemerintah saat ini tak mencukupi sehingga diperlukan penyesuaian ulang untuk menindaklanjuti putusan tersebut.
"Anggarannya belum teralokasi maka sulit untuk mengatakan harus berjalan tahun ini," kata Esti dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Rabu, 11 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merujuk hasil perhitungan sementara, dia menjelaskan, anggaran untuk pendidikan dasar gratis ditaksir mencapai Rp 132 trliun yang mencakup 20 juta murid tingkat sekolah dasar dan 10 juta murid sekolah menengah pertama.
Pun, anggaran pendidikan yang dialokasikan dari APBN di 2025 ini adalah sebesar Rp 724 triliun. Masalahnya, anggaran yang ada di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah hanya sebesar Rp 33,5 triliun. "Angka yang masih terlalu kecil," ujar Esti.
Kendati begitu, Esti hakul yakin pemerintah akan segera mengalokasikan kebutuhan anggaran dalam mengimplementasikan putusan Mahkamah ini.
Ia mengatakan, masih sangat memungkinkan bagi DPR dan pemerintah untuk melakukan pembahasan terkait anggaran guna terlaksananya pendidikan dasar gratis. "Ketika mengatakan akan dilakukan di 2026, itu yang kemudian akan segera didiskusikan lebih mendalam," ucap politikus PDIP itu.
Pada Kamis, 5 Juni lalu di kantor redaksi Tempo, Mendikdasmen Abdul Mu'ti mengatakan putusan Mahkamah ihwal pendidikan dasar gratis belum akan diimplementasikan pada tahun ini.
Menurut dia, keputusan Mahkamah tidak menyebutkan kata "gratis" tapi dibiayai negara. Putusan itu, kata dia, juga menyebutkan pembiayaan sesuai dengan kemampuan finansial pemerintah.
"Jadi tidak otomatis dan immediately," kata Mu'ti.
Ia juga menyebut, dalam putusannya Mahkamah masih mempersilakan sekolah swasta untuk memungut biaya dari masyarakat sesuai dengan persyaratan.
"Jadi, tidak benar, sekolah swasta dan negeri gratis. Silakan dibaca lagi putusannya," ujar dia.
Sebelumnya, pada 27 Mei lalu Mahkamah mengabulkan gugatan uji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau JPPI.
Hakim Konstitusi Enny Nurbayanti mengatakan, frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" sebagaimana termaktub dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif.
Multitafsir dan diskriminatif itu, dia melanjutkan, membatasi warga negara untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan teknologi, seni, serta budaya guna meningkatkan kualitas hidup.
Enny menjelaskan, Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin seluruh warga negara memperoleh hak mendapat pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup.
Akan tetapi, Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 dianggap bertentangan dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat apabila tidak dimaknai "Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar."
"Tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat," ujar Enny.
Dalam kesempatan serupa, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengatakan, sebagaimana dalil pemohon yang menyatakan negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan dalam APBN dan APBN sekurang-kuranya sebesar 20 persen telah dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam putusan sebelumnya.
"Pemerintah dan DPR belum melakukan upaya yang optimal untuk meningkatkan anggaran pendidikan agar amanat konstitusi dapat terpenuhi," kata Guntur.
Dia melanjutkan, mengingat sifat imperatif Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, Mahkamah sebagai pengawal konstitusi menginginkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dalam APBN harus diprioritaskan dan diwujudkan dengan sungguh-sungguh.
Realisasi itu, kata dia, dapat dilakukan dengan memastikan warga negara memperoleh hak mendapat pendidikan dasar yang menjadi tanggung jawab negara.