Liputan6.com, Jakarta PSG melaju ke final Piala Dunia Antarklub dengan kepercayaan diri tinggi setelah menyingkirkan dua raksasa Eropa: Bayern Munchen dan Real Madrid. Di atas kertas, tim asuhan Luis Enrique tampak tak terbendung. Namun di partai puncak, semua keunggulan itu runtuh dalam 22 menit.
Kekalahan 0-3 dari Chelsea di MetLife Stadium menjadi antiklimaks dari performa cemerlang PSG sepanjang turnamen. Lini belakang yang selama ini solid goyah di hadapan kecepatan dan kreativitas Cole Palmer. Peluang emas terbuang, posisi bertahan buruk, dan penyelesaian akhir yang tumpul membuat PSG gagal menyamai ekspektasi.
Pertanyaan besar pun muncul: Apakah PSG masih pantas menyandang status tim terbaik di dunia? Penampilan di final menunjukkan bahwa bahkan tim sekelas PSG pun masih memiliki celah yang perlu ditambal.
Performa PSG Ambruk di Hadapan Serangan Chelsea
PSG mengawali turnamen dengan performa impresif. Mereka menang 2-0 atas Bayern Munchen di perempat final dan menggulung Real Madrid 4-0 di semifinal. Kombinasi serangan cepat dan pertahanan disiplin membuat mereka difavoritkan menjadi juara.
Namun, segalanya berubah di final. Dalam waktu singkat, Chelsea membalikkan keadaan. Cole Palmer membuka keunggulan dengan melewati tiga bek PSG di kotak penalti. Ia kemudian kembali mencetak gol usai mengecoh Lucas Beraldo, bek muda yang kewalahan sepanjang laga.
Gol ketiga Chelsea dari Joao Pedro menegaskan kehancuran pertahanan PSG. Robert Sanchez di bawah mistar Chelsea tampil solid dan membuat frustasi lini serang PSG yang tampil tumpul dan tidak terorganisir.
Ketiga gol ini tercipta dalam rentang waktu 22 menit saja, mulai gol pertama di menit ke-22 hingga gol ketiga di menit ke-44.
Cedera dan Rotasi Buka Titik Lemah PSG
Ketidakhadiran Willian Pacho dan Lucas Hernandez membuat PSG harus merotasi lini belakang. Luis Enrique mengandalkan Lucas Beraldo untuk mengisi posisi penting di sebelah kiri Marquinhos. Namun pemain 21 tahun itu menjadi titik lemah dan gagal mengimbangi intensitas serangan Chelsea.
Selain itu, pemain muda Desire Doue juga tampil di bawah performa. Ia membuang peluang emas di babak pertama, memilih mengoper ke Achraf Hakimi ketimbang menyelesaikan sendiri. Kesalahan demi kesalahan tersebut memperburuk keadaan PSG.
Di lini tengah, Joao Neves mendapat kartu merah jelang akhir laga karena menarik rambut Marc Cucurella. Insiden ini mencerminkan frustrasi kolektif PSG yang gagal tampil maksimal di laga terpenting.
Kekalahan Menyakitkan, tapi Jadi Pengingat Bagi PSG
Meski kalah, PSG tetap dianggap sebagai salah satu tim terkuat di dunia. Namun laga ini membuktikan bahwa dominasi mereka belum mutlak. Chelsea membongkar kelemahan yang selama ini tersembunyi di balik kemenangan demi kemenangan sebelumnya.
Luis Enrique memiliki skuad bertabur bintang, tetapi kehilangan dua bek utama menunjukkan betapa pentingnya kedalaman skuad berkualitas. Kekalahan ini mungkin akan menjadi bahan refleksi bagi PSG dalam mengejar kesempurnaan.
Tidak banyak yang menjagokan Chelsea menang, tapi hasil akhir berkata lain. PSG harus menerima bahwa mereka belum sempurna, dan jalan menuju dominasi global masih panjang dan menuntut konsistensi di setiap laga besar.