Liputan6.com, Jakarta Harapan jawara Piala FA, Crystal Palace tampil di Liga Europa musim 2025/2026 resmi pupus setelah UEFA mencoret mereka dari daftar peserta kompetisi.
Keputusan ini diambil menyusul pelanggaran aturan kepemilikan ganda klub oleh pemilik saham mereka, John Textor, yang juga memiliki saham mayoritas di klub Prancis, Lyon.
UEFA menyatakan bahwa berdasarkan regulasi, dua klub dengan kepemilikan yang saling beririsan tidak diizinkan tampil dalam kompetisi yang sama.
Dalam hal ini, Lyon dan Palace keduanya dimiliki oleh Eagle Football Group milik Textor. Karena Lyon finis lebih tinggi di klasemen domestik (peringkat 6 Ligue 1), sementara Palace hanya menempati urutan ke-12 di Premier League, maka Lyon diberikan prioritas untuk berlaga di Liga Europa.
Crystal Palace Turun Kasta
Palace, yang meraih tiket Eropa lewat kemenangan di final Piala FA atas Manchester City pada Mei lalu, kini harus turun kasta ke UEFA Conference League.
Sebagai gantinya, Nottingham Forest akan naik ke Liga Europa, membawa serta bonus pemasukan awal sebesar £3,9 juta dari UEFA—jumlah yang harus direlakan oleh Palace.
Pihak Palace dikabarkan akan mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Lausanne. Mereka berargumen bahwa Textor tidak lagi berperan aktif dalam keputusan klub, bahkan telah menjual sahamnya ke pemilik New York Jets, Woody Johnson, dalam kesepakatan senilai £190 juta.
Namun, kesepakatan itu belum disahkan oleh Premier League dan dinilai UEFA sudah terlambat, karena melewati tenggat 30 April untuk perubahan struktur kepemilikan.
Jadwal Premier League Jadi Kacau
Dampak keputusan UEFA ini tak hanya merugikan secara finansial, tapi juga mengacaukan jadwal Premier League. Laga kandang Forest kontra Palace yang semula dijadwalkan pada Minggu, 24 Agustus, berpotensi diubah kembali.
Bahkan jadwal laga Palace melawan Aston Villa pada 29 Agustus kemungkinan besar akan mundur, karena bentrok dengan leg kedua kualifikasi Conference League.
Kisruh ini menjadi peringatan keras bagi klub-klub dengan struktur kepemilikan multi-klub, sekaligus membuka ruang diskusi lebih lanjut soal bagaimana regulasi UEFA dapat lebih adaptif menghadapi dinamika kepemilikan di era sepak bola modern.
Sumber: UEFA