
PUSAT Pengendalian Lingkungan Hidup Bali dan Nusa Tenggara, bidang wilayah 3 Kupang, Rabu (30/7) merilis data persampahan di Kabupaten Lembata. Lembaga tersebut mendata produksi sampah di Kabupaten Lembata sampah sebesar 72,17 ton per hari, namun yang baru tertangani sebesar 0,07%
Hal tersebut disampaikan Rusdi Leurima dari Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Bali dan Nusa Tenggara, bidang wilayah 3 Kupang di Lewoleba, Rabu siang.
"Hari ini, bersama Direktorat mitigasi perubahan iklim Kementerian Lingkungan Hidup RI, kami melakukan verifikasi lapangan terkait pengelolaan TPA. Dan terus terang kondisi penangan sampah di Lembata masih jauh dari harapan kita," ujar Rusdi Leurima.
Padahal, kata Rusdi, sesuai renstra Kementrian LH, ditargetkan pada tahun 2025, sebanyak 51,20% sampah dapat tertangani. Sementara, tahun 2029, Kementerian LH menarget 100% sampah tertangani.
Ia berharap, dari hasil verifikasi lapangan, muncul komunitas pengelolaan sampah seperti Bank Sampah Cahaya Agate pimpinan Adi Leyn di Waikomo, Kelurahan Lewoleba Barat, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata.
Pimpinan Komunitas Bank Sampah Ady Leyn menyatakan, pihaknya terdorong mendirikan lembaga bank sampah sejak wilayah Waikomo dilanda demam berdarah hingga memakan 2 korban jiwa.
Sejak itu, pihaknya mengumpulkan sampah plastik sebanyak 1 ton dalam 1 pekan. Sampah tersebut kemudian dijual ke wilayah Pulau Jawa untuk didaur ulang menjadi barang berguna. Namun ia mengeluh, proses pengelolaan sampah masih manual sehingga proses pengiriman sampah menjadi tidak maksimal.
Demi mengejar target pengelolaan sampah, Bupati Lembata, Petrus Kanisius Tuaq, meluncurkan komunitas Bank Sampah Cahaya Agate.
Peluncuran komunitas bank sampah dilaksanakan di Waikomo, Kelurahan Lewoleba Barat. Bupati didampingi Wakil Bupati Mohamad Nasir serta seluruh jajaran SKPD, camat, dan lurah.
"Hari ini, saya berdiri di sini dengan penuh syukur dan kebanggaan karena kita meluncurkan sebuah gerakan kecil namun bermakna besar, Bank Sampah Cahaya Agate. Ini bukan sekadar tempat menampung sampah, melainkan tempat kita membangun kesadaran, peradaban, dan ekonomi yang ramah lingkungan," ujar Bupati Kanisius.
Bupati menyebut, bank sampah ini lahir dari gagasan sederhana: bahwa sampah bukan akhir dari sebuah barang, tapi awal dari nilai ekonomi baru. Dengan membeli dan menjual sampah secara terorganisir, kita tidak hanya membersihkan lingkungan, tapi juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat.
"Saya memberi apresiasi yang tinggi kepada seluruh penggerak dan relawan, terutama kaum muda dan perempuan, yang telah menjadi motor perubahan ini. Dengan semangat gotong royong dan inovasi, Bank Sampah Cahaya Agate akan menjadi contoh bahwa ekonomi sirkular bisa dimulai dari desa, dari kampung, dari komunitas," ujar Bupati Lembata, Petrus Kanisius Tuaq.
Bupati Lembata pun mengajak seluruh warga agar menjadikan ini sebagai gerakan bersama. Pisahkan sampah mulai dari rumah. Kumpulkan. Setor, dan biarkan sampah kita menjadi berkah bagi orang lain.
Di masa depan, Bupati Lembata berharap bank sampah seperti ini tumbuh di setiap desa, di setiap kelurahan. Karena visi kita jelas: Lembata bersih, hijau, dan mandiri. Lingkungan lestari, ekonomi rakyat pun meningkat.
"Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya resmikan Launching Bank Sampah Cahaya Agate. Mari kita jaga komitmen ini bersama.Sampah bisa jadi masalah, tapi bersama-sama, kita ubah jadi peluang," ungkap Bupati Petrus Kanisius Tuaq. (PT/E-4)