TEMPO.CO, Jakarta - Aktivitas penambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu berbagai macam reaksi. Sejumlah menteri, anggota DPR, pemerintah daerah menyoroti aktivitas tambang nikel di berbagai pulau kecil di kawasan yang dinobatkan sebagai UNESCO Global Geopark ini.
Perhatian aktivitas tambang di kawasan Raja Ampat mencuat setelah aktivis Greenpeace melakukan aksi protes. Aktivitas tambang nikel yang dilakukan lima perusahaan ini dikhawatirkan merusak kawasan Raja Ampat yang terkenal sebagai tempat wisata yang memiliki potensi biota bawah laut yang kaya dan warisan budaya dan sejarah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri ESDM Hentikan Sementara Aktivitas Tambang
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan seluruh kegiatan tambang di Raja Ampat diawasi ketat dan transparan. Pengawasan ini meliputi aspek legalitas, perlindungan lingkungan, serta kepatuhan terhadap kawasan konservasi dan hutan lindung.
“Evaluasi juga dilakukan sesuai Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang mewajibkan reklamasi dilakukan dengan mempertimbangkan manfaat teknis, lingkungan, dan sosial,” kata Bahlil, Sabtu, 7 Juni 2025, dikutip dari keterangan tertulis.
Bahlil menegaskan, ada lima perusahaan dengan izin resmi yang beroperasi, termasuk PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk. Meski begitu, merespons tekanan publik dan temuan awal, Kementerian ESDM menghentikan sementara aktivitas PT Gag Nikel. “Melarang itu bukan seterusnya ya. Untuk sementara kegiatan produksinya disetop dulu sampai menungu hasil peninjauan verifikasi dari tim saya,” kata Bahlil di Kementerian ESDM, Kamis, 5 Juni 2025.
Tim inspektur tambang telah diturunkan untuk mengevaluasi seluruh Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Raja Ampat.
Menteri Lingkungan Hidup: Ada Potensi Kerusakan Lingkungan
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Fasiol Nurofiq mengungkapkan ada potensi kerusakan lingkungan dari tambang di beberapa pulau kecil seperti Gag, Kawe, Manuran, dan Manyaifun. Ia menyebutkan bahwa aktivitas tambang memicu sedimentasi tinggi, pencemaran pesisir, dan pembabatan hutan yang mempercepat degradasi lingkungan.
"Terjadi potensi pencemaran lingkungan hidup dan landscape yang terganggunya biodiversitas di Raja Ampat," kata Hanif saat konferensi pers di Jakarta, Ahad, 8 Juni 2025.
Hanif memaparkan, perusahaan yang aktivitas pertambangannya disinyalir bermasalah adalah PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag; PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran; PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei; serta PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Pada Kamis, 5 Juni lalu, Kementerian Lingkungan Hidup membekukan untuk sementara waktu pengoperasian seluruh tambang nikel tersebut.
Menteri Kebudayaan Prihatin
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyuarakan keprihatinan atas kerusakan ekosistem yang disebabkan tambang, tidak hanya di Raja Ampat, tapi juga di wilayah lain seperti Goa Sangkulirang di Kalimantan Timur.
“Kami concern dengan apa yang terjadi di Raja Ampat. Jangan sampai ada penambangan yang merusak keindahan dan ekosistem alam, termasuk situs-situs yang sangat penting secara sejarah dan budaya,” kata Fadli saat ditemui usai salat Idul Adha di Masjid Istiqlal, Jumat, 6 Juni 2025.
Ia mendukung langkah Menteri ESDM untuk menghentikan sementara aktivitas pertambangan, dan menyerukan perlunya keseimbangan antara investasi dan pelestarian warisan alam.
DPR Minta Izin Tambang Dievaluasi
Dari lembaga legislatif, Wakil Ketua Komisi VII DPR Chusnunia Chalim, meminta pemerintah mengkaji ulang seluruh izin tambang di Raja Ampat. Ia menyoroti dampak logistik dan jalur distribusi tambang terhadap ekosistem laut yang rapuh. "Perlintasan jalur dari lokasi tambang ke smelter berdampak pada ekosistem laut, sehingga menjadi hal yang harus dikaji ulang," kata Chusnunia dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Jumat, 6 Juni 2025.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR, Cheroline Christe Makalew dari Partai NasDem, menekankan bahwa eksploitasi nikel di Raja Ampat telah menyengsarakan masyarakat adat dan merusak ekosistem darat dan laut secara permanen. “Raja Ampat adalah rumah bagi ribuan spesies laut yang tak ditemukan di tempat lain di dunia,” ujar Cheroline.
DPD: Jangan Merusak Keasrian Alam
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Bachtiar Najamudin menyerukan agar aktivitas pertambangan jangan sampai merusak keasrian alam di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Hal itu ia sampaikan saat merespons masalah kerusakan lingkungan Geopark Raja Ampat akibat pertambangan nikel di wilayah setempat.
Sultan menyadari ada kepentingan ekonomi di balik aktivitas tambang nikel itu. Kendati begitu, ia berpesan supaya kepentingan ekologi tak dikesampingkan. "Ekonomi harus berputar dengan tidak mengabaikan lingkungan," ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen DPD/DPR/MPR, Jakarta, pada Sabtu, 6 Juni 2025.
Riri Rahayu, M. Faiz Zaki, Dinda Shabrina, Andi Adam Faturahman, dan Dian Rahma Fika turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Kenapa Tambang Ilegal Sulit Diberantas